Thursday, December 30, 2004

Media di Konflik Maluku

MEDIA massa di Provinsi Maluku, terutama media lokal di Ambon, merupakan faktor penting dalam melihat eskalasi konflik. Informasi atau pemberitaan yang diakses oleh masyarakat Ambon sebagian besar diambil dari pemberitaan media lokal ini. Berbagai penerbitan media besar skala nasional dari Jakarta, Surabaya, atau Makassar tak banyak
berpengaruh di Ambon. MEDIA nasional ini selain susah didapat dan sering terlambat,juga dianggap tidak terlalu memberi porsi pemberitaan yang cukup tentang Maluku. Berita Daerah TVRI Ambon merupakan saluran informasi paling favorit dan ditunggu-tunggu masyarakat Ambon. Kebanyakan orang Maluku akan menghentikan kegiatannya sebentar untuk menonton pada jam siaran Berita Daerah yang berdurasi sekitar satu jam itu.
Sebelum kerusuhan di Maluku hanya terdapat satu surat kabar lokal yang terbit: Suara Maluku. Koran Pos Maluku yang sebelumnya saingan utama Suara Maluku tutup tahun 1996. Sejarah media di Maluku sendiri sebenarnya sudah cukup panjang. Pers pertama di Maluku terbit tahun 1917 pada masa penjajahan Belanda. Pada tahun 1940-an banyak media yang terbit di daerah ini. Namun, kemudian banyak yang runtuh pada tahun 1960-an.Yang menarik, rata-rata pers yang muncul di Ambon sejak dulu selalu saling bersaing, bahkan mungkin saling serang lewat opini. Biasanya penerbitan itu selalu didasarkan pada afiliasi kelompok agama.
Meski biasanya mengaku segmentasi pembaca yang dituju untuk umum dan menggarap media dengan prinsip jurnalisme yang profesional, penyiarannya sering kali membela kelompok agama. Di era Orde Baru penerbitan semacam itu ambruk semua. Sekarang yang dianggap sebagai koran tertua adalah Suara Maluku yang didirikan tahun 1968. Sampai sebelum kerusuhan, media-media nasional yang memiliki kantor biro atau cabang di Ambon hanya media milik pemerintah: Antara, TVRI, dan RRI. Media-media dari pusat hanya memiliki reporter dengan status koresponden. Setelah konflik pecah, sekarang banyak kantor berita asing yang mempekerjakan koresponden di sana.
Ketika konflik pecah pada 19 Januari 1999, media-media milik pemerintah ini pecah. Wartawan Muslim dari LKBN Antara tidak bisa masuk kantornya di Kampung Belakang Soya, demikian juga reporter dan kru TVRI yang Muslim tidak bisa masuk ke kantor pusat TVRI di Gunung Nona. RRI berkantor pusat di daerah kompleks Kristen di Jalan A Yani.
Perpecahan ini awalnya, menurut pengakuan para wartawannya, semata-mata untuk menyiasati keadaan, menjaga keselamatan wartawan dan kru media sendiri, yang kebetulan beragama lain dengan mayoritas agama yang dianut penduduk tempat kantor redaksi berada.
***
PERPECAHAN media-media pemerintah ini tak sampai memecah organisasi media. Hanya memecah wilayah kerja. Namun, perpecahan ini ternyata tak hanya berlaku sebentar, tetapi kemudian berlarut-larut sampai sekarang. "Selama dua tahun sejak konflik pertama pecah tahun 1999, saya praktis tak punya kantor lagi. Menjadi wartawan kelayapan ke mana-mana, berkantor di wartel," kata Dien Kellilauw, Kepala Biro Antara yang terpaksa memisahkan diri dari kantornya di belakang Soya. "Baru tahun 2000 sewa ruang untuk kantor." perpecahan dalam media pemerintah ini membawa implikasi: media pemerintah dianggap tak lepas dari sentimen konflik, dianggap media partisan. Berita-beritanya juga dianggap tidak netral. Kualitas karya yang keluar dari wartawannya pun sering tidak obyektif. Barangkali akibat keterbatasan wartawan meliput di lapangan. Reporter dari TVRI yang Muslim hanya meliput di daerah Muslim yang sebenarnya kawasannya sangat sempit. Setiap sore wartawan-wartawan TVRI ini kemudian melakukan "transaksi" di Rumah Sakit Tentara Pohon Puleh, Ambon. Mereka seperti para pedagang sayur dan pedagang ikan.
Setiap hari kurir para wartawan TVRI Muslim membawa hasil liputan berupa kaset video ke daerah perbatasan, biasanya sekitar pukul 15.00 WIT untuk diserahkan ke kurir dari kantor pusat TVRI Ambon di Gunung Nona. "Ya, seperti transaksi mafia di film-film itu, kaset kami titipkan ke satpam Rumah Sakit Tentara, nanti ada yang mengambil dari teman-teman Kristen," kata Agus Raharusun, reporter TVRI yang berkantor di Galunggung. "Atau sebelumnya kami sudah janjian mau ketemu untuk barter kaset dengan berbagai kelengkapan lain atau surat-surat administrasi kantor. Kadang-kadang kami ketemu di kantor gubernur. Begitu tiap hari. Sudah tiga tahun saya tidak pernah lagi berkunjung ke kantor pusat di Gunung Nona." Konflik yang kemudian berimbas pada pemisahan media milik pemerintah ini sangat memprihatinkan. Sejak terjadi konflik dan pemisahan kantor, praktis tidak pernah lagi ada rapat redaksi bersama, rapat perencanaan liputan, ataupun koordinasi liputan antara wartawan dan kru redaksi. Bahkan, sekadar rapat pertemuan bersama untuk kepentingan nonformal pun tidak pernah lagi dalam tiga tahun konflik. Baik itu di TVRI, RRI, maupun Antara. Dengan demikian, berita-berita yang muncul di media-media pemerintah ini menjadi bias dan sering kali penuh prasangka yang berpihak.
***
MEDIA pemerintah akhirnya juga dianggap sebagai bagian dari konflik. Tidak adanya koordinasi dan rapat redaksi bersama membuat media tidak mampu membuat perencanaan yang lebih baik, berperanan positif mengeliminasi atau mengurangi konflik. Media pemerintah
akhirnya tak banyak beda dengan media milik swasta yang sering kali dengan sadar medianya sebagai bagian dari konflik. Tidak adanya koordinasi antar-redaksi itulah yang menjadi problem utama penerapan jurnalisme damai di media milik pemerintah. Kondisi perpecahan pada media-media milik pemerintah ini sebenarnya sangat memalukan dan mendelegitimasi posisi medianya yang seharusnya netral menjadi media yang dianggap turut berpihak.
Akan tetapi, yang kemudian membawa implikasi besar terhadap perpecahan media, dan kemudian kecenderungan media-media di Ambon jadi media partisan, adalah setelah harian terbesar dan tertua di Maluku, Suara Maluku, pecah dan kemudian melahirkan Harian Ambon
Ekspress. Koran Suara Maluku didirikan tahun 1968 oleh H Andili, Etty Manduapessy, H Alwi Hamu, dan Syamsu Nur. Tahun 1993 sebagian saham Suara Maluku diambil alih oleh Grup Jawa Pos. Pada tahun 1998 seratus persen saham Suara Maluku dibeli oleh Grup Jawa Pos lewat PT Suara Maluku Inti Pers dengan investasi berupa pemberian mesin cetak, yaitu bekas mesin cetak Majalah Tempo yang pertama. Selain itu juga dibangunkan gedung dua lantai di Halong Atas. Pada tahun 1998 itu oplah Suara Maluku tak kurang dari 3.500 eksemplar dengan harga Rp 600. Koran tersebut menjadi yang terbesar di Maluku dengan penyebaran dan kawasan liputan mencapai Maluku Utara.
Jumlah anggota redaksi sampai sebelum kerusuhan sekitar 25 orang. Dengan komposisi agama wartawan yang hampir seimbang dan beragam, sebelumnya juga sama sekali tidak ada problem sentimen agama di sana. Seminggu setelah pecah kerusuhan pada 19 januari 1999, Suara Maluku tidak terbit selama seminggu. Karena distribusi koran tidak bisa jalan, praktis wartawan takut meliput di lapangan. Awal Februari 1999 Suara Maluku terbit lagi dengan komposisi wartawan Islam dan Kristen yang masih sama. Pada Maret 1999, wartawan-wartawan Muslim mulai tidak bisa datang ke kantor Suara Maluku di Halong Atas.
Bulan itu perpisahan mulai terjadi. Wartawan Muslim akhirnya hanya mengirimkan laporan lewat faksimile di wartel, tapi kemudian juga mengalami kesulitan. Meskipun wartawan Muslim sudah tak bekerja, mereka masih mendapat gaji penuh sampai Desember 1999.
Pada Maret 2000, tujuh wartawan Muslim akhirnya memisahkan diri dari Suara Maluku dan menerbitkan Ambon Ekspress. Pemodal utamanya tetap dari Grup Jawa Pos. Dahlan Iskan, bos Grup Jawa Pos, ketika berbicara dalam pertemuan jurnalis dan pemimpin media Maluku dan Maluku Utara di Bogor, Februari 2001, mengatakan, pemisahan wartawan Muslim di Suara Maluku menjadi Ambon Ekspress semata-mata karena problem praktis lapangan, "Karena wartawan Muslim tidak bisa berkantor di kantor Suara Maluku yang terletak di permukiman Kristen, maka untuk melanjutkan idealisme kerja mereka, ya, kemudian dipisah dan dibuatkan Ambon Ekspress."
Konflik di Maluku yang dianggap sebagai konflik antara pemeluk agama Islam dan kristen sebenarnya merupakan analisis yang perlu dipertajam. Soalnya, sejumlah sebab, fakta awal, dan pemicu konflik pada awal kerusuhan menunjukkan adanya sejumlah provokasi yang luar biasa dari organisasi atau orang luar Maluku yang hendak membawa konflik di Maluku menjadi konflik antar-agama. Implikasi lebih jauh, hampir semua media yang terbit bermunculan kemudian mengambil pola-seperti dua koran milik Grup Jawa Pos-media Kristen atau media Islam. Berkecamuknya konflik bersamaan dengan hancurnya regulasi media massa oleh pemerintah dalam era reformasi justru melahirkan banyak media massa di Ambon.
(sumber: Wahyuana, Laporan Maluku media center)
=======================
Taken From : www.kompas.co.id

Wednesday, December 22, 2004

Cara Menghindari Hipnotis

Bagaimana Caranya Menghindari Penipuan Melalui Ilmu
Gendam ? Berikut ini beberapa tips untuk menghindari
kejahatan Hipnotis yang dilakukan melalui ilmu
gendam :

1. Jangan membiarkan pikiran kosong ketika berada di
daerah umum. Pikiran kosong dapat mengakibatkan
gerbang telepathic terbuka, sehingga pihak lain
dapat dengan mudah menyampaikan pesan secara
telepathic.

2. Waspadalah jika tiba-tiba timbul rasa kantuk yang
tidak wajar, ada kemungkinan bahwa seseorang yang
bermaksud negatif sedang melakukan telepathic
forcing".

3. Bagi mereka yang memiliki kebiasaan
"latah",sebaiknya jangan bepergian ke tempat umum
tanpa teman. Mereka yang mempunyai kebiasaan "latah"
cenderung memiliki gerbang bawah sadar yang mudah
dibuka paksa dengan bantuan kejutan (Shock
Induction). Hal yang sama juga berlaku bagi mereka
yang mudah terkejut.

4. Jangan mudah panik jika tiba-tiba ada beberapa
orang yang tidak dikenal mengerumuni anda untuk
suatu alasan yang tidak jelas. Sekali jangan mudah
panik! Karena rasa panik akan mempermudah terbukanya
gerbang bawah sadar anda!

5. Jangan mudah panik jika tiba-tiba ada seseorang
yang menepuk bahu anda!
Usahakan agar pikiran dan panca indera anda tetap
aktif ke seluruh lingkungan! Jangan terfokus pada
ucapan-ucapan orang yang menepuk anda!
Segera berpindahlah ke daerah yang lebih ramai!

6. Jika secara tiba-tiba, tanpa alasan yang jelas,
dada anda terasa sesak, dan diikuti dengan perut
agak mual, dan kepala sedikit pusing, waspadalah
karena mungkin ada seseorang tengah mengerahkan
energi gendam! Segera lakukan "grounding", yaitu
meniatkan membuang seluruh energi negatif ke bumi
(cukup visualisasi).

7. Jika terjadi hal-hal yang mencurigakan, segera
sibukkan pikiran anda, agar tetap berada di
frekwensi yang mengakibatkan efek Hipnotis tidak
dapat bekerja! Antara lain dengan : berdoa dalam
hati, menyanyi dalam hati, atau memikirkan hal-hal
yang berat!

8. Akhirnya, tanamkan terus menerus di dalam diri
anda, bahwa Hipnotis tidak akan bekerja bagi mereka
yang menolaknya! Hal ini juga berlaku untuk ilmu
gendam!

Tuesday, December 21, 2004

Perdamaian di Maluku

Oleh : Wahyuana

Pemerintah mengumumkan akan segera mencabut status darurat sipil di Maluku. Jika benar serius, keputusan ini akan membawa pengaruh yang positif bagi proses rehabilitasi kehidupan masyarakat Maluku. Akan membuka proses isolasi yang selama 4 tahun ini diterapkan di Maluku akibat kerusuhan dan konflik berkepanjangan. Membuat investor berani membawa modal kembali berbisnis di Maluku. Dan wisatawan kembali berkunjung.
Ekonomi Maluku selama terjadi konflik telah hancur lebur. Dengan pertumbuhan ekonomi - 26,90 di tahun 1999 dan –10 di tahun 2001 sampai tahun 2002, tentu tak ada kesempatan sama sekali bagi masyarakat Maluku untuk tumbuh membangun. Para investor melarikan diri. Pasar-pasar, pusat bisnis dan perdagangan hancur. Banyak desa yang hancur ditinggalkan penghuninya mengungsi, akhirnya desa-desa tak berpenghuni itu ditumbuhi tumbuhan liar, kembali seperti hutan. Ribuan pengungsi di Kota Ambon yang menganggur dan hidup dalam kualitas hidup dibawah kebutuhan minimal, masih mendiami kamp-kamp pengungsi di Poso, Waihaong, dan dibawah reruntuhan bangunan di sepanjang Batumerah, Mardika, sampai Talake. Mereka tidak bisa lama-lama dibiarkan hidup dalam status pengungsi tanpa penanganan yang pasti, sementara mereka juga tidak bisa berkesempatan mencari sumber penghidupan yang lebih baik akibat kondisi status darurat sipil yang mempunyai banyak peraturan pembatasan aktivitas.
Kondisi keamanan di Maluku memang sudah baik dan normal. Masyarakat telah berani keluar masuk ke daerah-daerah yang selama ini rawan terjadi konflik kekerasan. Barikade-barikade telah dibersihkan. Gubernur yang juga selaku Penguasa Darurat Sipil (PDS) Maluku pun telah mencabut pemberlakuan jam malam. Pos-pos penjagaan keamanan, yang dulu didirikan tiap jarak 100 meter, telah ditutup semua, dan pengawasan keamanan dan ketertiban masyarakat telah kembali dilakukan sepenuhnya oleh polisi. Anak-anak tidak lagi harus menempuh jalan yang berbahaya, dengan harus naik speedboat atau perahu kecil yang selalu penuh sesak penumpang, untuk pergi ke sekolahnya. Karena jalan darat sudah tidak lagi berbahaya.
Keputusan ini akan melengkapi keputusan serupa tentang pencabutan status darurat sipil di Maluku Utara, yang sebelumnya telah dicabut lewat dikeluarkannya Keppres No. 27/2003 tanggal 17 Mei 2003. Berarti kedua daerah ini akan kembali menikmati kehidupan yang normal dalam status tertib sipil.
Namun, meskipun status darurat sipil akan segera dicabut di Maluku, dan sudah dicabut di Maluku Utara, juga perlu dimengerti bahwa bukan berarti proses penyelesaian konflik di Maluku dan Maluku Utara telah tuntas selesai. Masih banyak agenda proses penyelesaian yang harus dikerjakan untuk menuju tahapan rekonsiliasi dan penciptaan kondisi damai sejati. Dendam dan trauma konflik selama 4 tahun itu, tak mudah diselesaikan hanya lewat keputusan-keputusan politik. Dibutuhkan proses penyembuhan yang lama.
Pencabutan status darurat sipil ini baru menandai satu tahapan klasik dalam proses resolusi konflik, tahapan penciptaan kondisi damai tanpa kekerasan. Yaitu damai dalam arti tercapainya kondisi masyarakat di Maluku tanpa ada lagi konflik kekerasan. Namun belum menyentuh fase modern dalam proses resolusi konflik, yaitu fase pengungkapan kebenaran dan keadilan, sebagai salah satu hak dasar dalam pemenuhan perlindungan hak asasi manusia. Termasuk didalamnya, pertanggungjawaban negara yang resmi, tentang kenapa konflik bisa terjadi, akar masalah, sampai pertanggungjawaban proses penyelesaian konflik, pertanggungjawaban selama penerapan status darurat sipil, dan kenapa konflik ini sampai berlarut-larut. Termasuk didalamnya jaminan akan diadakannya peradilan HAM untuk pengungkapan kebenaran dan keadilan. Sebelum selanjutnya memasuki fase permaafan untuk menuju rekonsiliasi dan perdamaian sejati.
Dalam pertemuan Malino II, Pebruari 2002, untuk penyelesaian konflik di Maluku. Sebenarnya juga telah dicapai kemajuan yang sangat berarti dalam proses penyelesaian konflik di Maluku. Pihak-pihak wakil dari dua komunitas yang terlibat konflik hadir dalam pertemuan ini. Juga wakil-wakil dari pemerintah pusat dan daerah, mereka sama-sama hadir dan menandatangani kesepakatan bersama perdamaian, dan sepertinya semuanya hadir dalam rasa sesal yang mendalam, dan kemudian berjanji bersama untuk menandai dimulainya era baru dalam proses resolusi konflik di Maluku. Tidak hanya 11 butir kesepakatan perdamaian yang selama ini telah banyak disosialisasikan yang dicapai dalam pertemuan ini. Tapi juga sekitar 40-an butir-butir kesepakatan implementasi pertemuan Malino. Yang dibagi dalam 2 sub bidang yaitu rehabilitasi sosial dan penegakan hukum.
Dalam bidang penegakan hukum misalnya, tertuang kesepakatan untuk membentuk tim investigasi guna mencari tahu akar masalah dan penyebab konflik dari awal konflik sampai sekarang, juga kesepakatan untuk membentuk peradilan HAM, peradilan militer, perbaikan peradilan sipil, dan pembentukan komisi rekonsiliasi.
Namun, tampaknya kesepakatan ini mandul, tidak banyak terdengar implementasi kelanjutannya. Tim investigasi sampai sekarang belum pernah sekalipun mempresentasikan hasil penyelidikannya, yang tampaknya akan bernasib sama seperti tim-tim ad hoc serupa yang sejak awal konflik telah berulangkali dibentuk oleh pemerintah. Bahkan, Komnas HAM juga pernah membentuk tim serupa yang sampai kini tidak terdengar kelanjutannya.
Proses penegakan hukum dalam konflik di Maluku dan Maluku Utara, masih kalah jauh dibandingkan dengan proses hukum dalam penyelesaian konflik di Poso. Puluhan orang dari kedua belah pihak yang bertikai di Poso telah diadili. Penjara di Palu dipenuhi orang-orang yang terlibat dalam konflik kekerasan ini. Namun di Maluku, peristiwa konflik kekerasan yang menelan korban tak kurang dari 7.000 jiwa itu masih seperti kabut. Apalagi proses hukum untuk penyelesaian konflik di Maluku Utara, nyaris tak terdengar. Padahal proses penegakan hukum ini sangat diperlukan untuk menjawab, benarkah konflik di Maluku dan Maluku Utara merupakan konflik berdasar agama. Banyak hal yang meragukan terhadap asumsi ini, meskipun juga diakui adanya sentimen antar kehidupan agama yang tinggi di Maluku.

Multi Track
Pencabutan status darurat sipil di Maluku dan Maluku Utara yang dilakukan pemerintah, sebenarnya hanyalah salah satu track (jalur) dalam proses resolusi konflik di Maluku. Intervensi konflik resolusi yang disponsori lewat pemerintah, efektif memberikan pengaruh yang besar dalam proses damai di Maluku. Karena otoritasnya mengendalikan institusi pemerintahan dan aparat keamanan. Namun yang lebih penting dan efektif dalam merangsang aksi perdamaian dan konflik resolusi, justru yang dilakukan oleh kelompok-kelompok masyarakat, atau organisasi non pemerintah, sebagai bentuk strategi resolusi konflik dari jalur masyarakat.
Di Maluku, saat ini ada sekitar 400 LSM kemanusiaan dan perdamaian yang bergerak dalam berbagai bidang. Mulai dari supporting kebutuhan primer pengungsi sampai trauma konselling anak-anak. Semuanya bekerja dalam jaringan aksi perdamaian dan konflik resolusi. Kontribusi kelompok-kelompok LSM ini sangat besar dalam proses penyelesaian konflik di Maluku. Seperti kelompok yang mencoba mensponsori aktivitas rekonsiliasi dan perdamaian, Bakubae Maluku, yang mempunyai kontribusi dalam menurunkan potensi kekerasan pada kedua komunitas berkonflik.
Berbeda dengan track strategi konflik resolusi yang dilakukan pemerintah, yang biasanya berupa aktivitas intervensi politik. Resolusi konflik di track masyarakat menggunakan aktivitas sehari-hari di dalam masyarakat untuk aktivitas perdamaian. Sehingga aktivitas yang kebanyakan dilakukan LSM ini, lebih kaya ragam aktivitas, lebih menarik, dekat dengan kurban, dan mampu menarik minat dan partisipasi masyarakat yang luas.
Sesudah pencabutan status darurat sipil, sudah waktunya jaringan dalam track masyarakat untuk lebih aktif dan bersikap kritis dalam proses penyelesaian konflik di Maluku. Tidak hanya sibuk dalam bidang spesialis garapannya. Jaringan LSM harus lebih aktif dalam membicarakan dan menuntut penyelesaian konflik yang berkaitan dengan HAM dan pengungkapan peristiwa-peristiwa kekerasan yang telah terjadi.

Media
Mengadopsi metode penjelasan sosial tentang segitiga kepercayaan (Triangle Trust), yang membahas relasi simbiosis media, masyarakat dan negara. Media di Maluku memiliki posisi yang sangat penting. Ditengah konflik kekerasan antar kelompok dalam masyarakat yang parah dan terpecah dalam permusuhan bersenjata, sedangkan negara, terutama pemerintah daerah, dalam kondisi tidak berdaya untuk melakukan penyelesaian dan pengelolaan konflik, media menjadi satu-satunya instrumen penting dalam masyarakat yang harus bisa berpikir jernih, dan mampu memberikan perspektif yang positif dalam menolong masyarakat komunitasnya sendiri, tempat dia tumbuh dan berusaha.
Sepanjang tahun 1999 – 2001, masyarakat di Maluku ditandai dengan keterpecahan kelompok Islam dan Kristen. Media mendapat teror yang luar biasa dari masyarakat untuk ikut terlibat dalam konflik dengan memihak salah satu komunitas yang sedang berkonflik. Masyarakat juga mulai tidak percaya terhadap pemerintah yang dianggap tidak segera mampu menangani konflik. Karena frustasi, public menjadi merasa lebih berkuasa daripada pemerintah, terutama pemerintah daerah. Mereka bebas melakukan apa saja. Karena penegakan hukum tidak berjalan dengan baik. Pemerintah sendiri mengalami kesulitan melakukan koordinasi dengan institusi-insitusi organisasi perangkatnya. Karena banyak institusi yang kemudian ikut terpecah sesuai kondisi masyarakat. Aparat keamanan, dalam beberapa kasus ikut terjebak dalam sentimen konflik. Alhasil Maluku menjadi seperti negeri tak bertuan.
Dalam kondisi semacam ini, media menjadi instrumen masyarakat yang punya potensi bisa menolong. Tentu dengan keterbatasannya. Karena media, sebenarnya hanyalah institusi sederhana yang mengandalkan eksistensinya pada sumberdaya informasi. Bukan senjata, traktor atau ideologi. Intervensi yang bisa dilakukan media, minimal media tidak ikut terlibat pembelaan dan sentimen dalam konflik, tidak ikut terpecah-pecah. Harus tetap terjalin adanya koordinasi dan perasaan solidaritas antar pekerja media. Kemudian mencoba beraksi bersama untuk tidak mau terjebak dan terlibat dalam konflik yang tengah terjadi di masyarakat, sekaligus memberikan porsi bantuan yang cukup untuk membuat pemerintah mempunyai kepercayaan diri kembali berkoordinasi dengan perangkat institusi dan kembali mengatur masyarakatnya.
Strategi intervensi media untuk turut dalam penyelesaian konflik di Maluku ini, dilakukan sampai kondisi Maluku berjalan normal. Yang ditandai dengan berkurangnya konflik kekerasan, adanya persetujuan penghentian konflik, sampai mulai normalnya kembali koordinasi institusi pemerintahan. Strategi ini ditempuh media di Maluku sampai beberapa bulan pasca perjanjian damai Malino II.
Pasca pencabutan darurat sipil, media harus lebih cerdas dalam mengelola informasi di Maluku. Pada satu sisi, media harus mampu mengelola informasi agar kondisi masyarakat di Maluku yang baru lepas dari konflik, tidak terjebak kembali dalam sentimen antar komunitas yang potensial konflik. Dendam dan trauma, masih banyak bertebar di sekitar kita.
Sedangkan pada sisi yang lain, media harus mulai kembali menjalankan fungsi-fungsi utamanya, seperti melakukan investigasi atas konflik kekerasan selama 4 tahun yang telah terjadi, yang berkecenderungan akan adanya pengaburan penyelesaiannya. Media juga mendorong kembali pengungkapan peristiwa yang terjadi, dan mendorong pertanggungjawaban negara atas penyelesaian konflik di Maluku yang berlarur-larut dan berkecenderungan akan terjadi pengaburan, seperti umumnya kasus-kasus kekerasan dan pelanggaran HAM yang selama ini sering terjadi.
Media lokal di Maluku harus sadar dan mengerti bahwa pencabutan status darurat sipil memang akan sangat bermanfaat bagi masyarakat Maluku, karena akan berarti membuka isolasi daerah, yang berkaitan dengan distribusi, komunikasi dan transportasi ekonomi. Kebijakan ini akan amat menolong masyarakat Maluku dari kondisi keterpurukan. Memberikan jaminan kondisi keamanan terhadap keleluasaan aktivitas-aktivitas bisnis, rehabilitasi sosial dan perbaikan ekonomi Maluku. Namun pencabutan status darurat sipil ini, masih menyisakan banyak problem untuk penyelesaian konflik di Maluku secara menyeluruh. ***selesai.

Date : Juli 2003

Monday, December 20, 2004

Espresso

"Ngopi yuk ngopi". Sekarang sering sekali terdengar ajakan seperti itu dari teman–teman saya. Minum kopi tampaknya telah menjadi trend di kalangan anak muda saat ini. Minum kopi, yang tadinya dianggap sebagai minuman para engkong atau kakek–kakek, saat itu berubah menjelma menjadi minuman yang hip dan trendy.


Banyak sekali para pengusaha yang tampaknya tanggap dengan munculnya trend ngopi ini. Di kota saya, Bandung, banyak sekali café yang muncul dalam beberapa tahun terakhir ini, yang semuanya berkesan menjagokan produk–produk olahan kopi mereka. Banyak anak muda yang nongkrong hingga larut malam, meminum produk olahan kopi café ini, sambil melihat dunia bergerak di sekeliling mereka, bergosip ini–itu, atau saling membandingkan jumlah teman di Friendster mereka.


Produk olahan kopi. Kenapa saya berulangkali menyebut minuman mereka sebagai produk olahan kopi? Karena memang itu yang mereka minum. Minuman itu tidak terdiri dari 100% kopi, melainkan olahan atau "turunan" kopi, dimana produk ini mengandung kopi, banyak susu dan banyak es. Cappucinno, Latte, Mocha dan Frappucinno adalah beberapa diantara minuman "turunan" kopi yang populer di kalangan anak muda saat ini. Sedikit sekali dari mereka yang benar–benar minum kopi, baik dalam bentuk kopi panas (Americano atau Long Coffee) atau espresso.


Saya merupakan satu diantara sedikit orang sekarang yang merupakan seorang peminum espresso. Peminum espresso yang rewel tepatnya. Mengapa espresso? Karena bagi saya espresso adalah cerminan dari bagaimana pola kerja dan jiwa tempat kopi tersebut. Espresso yang baik akan dapat diolah menjadi produk turunan kopi yang nendang. Selain itu juga dapat menunjukkan tingkat kebersihan yang dijalankan oleh tempat tersebut, karena sedikit saja kekurangterawatan mesin akan sangat berpengaruh pada kualitasnya. Espresso bagi saya merupakan jiwa sebuah kopi.


"Espresso yang baik itu seperti apa sih, di?", itu merupakan pertanyaan standar yang sering dilontarkan orang yang mengajak saya ngopi , setelah melihat saya misuh–misuh dengan minuman pesanan saya (yang terkadang disertai embel–embel "ah,loe mah reseh kalo minum kopi" atau "dasar tukang komplain"). Secara teori, espresso yang baik adalah hasil ekstraksi 7–9 gram bubuk kopi yang baru digiling, difiltrasi dan ditekan oleh uap panas sebesar 9 atmosfir, sebanyak 45 – 60 mililiter. Di permukaan espresso yang baik akan terlihat lapisan buih–buih halus berwarna coklat keemasan yang biasa disebut crema. Crema ini adalah hasil pelepasan karbondioksida (CO2) pada proses penekanan, yang berfungsi menjaga aroma kopi di dalam cangkir demitasse (cangkir dimana espresso disajikan) agar tidak menguap keluar. Kadang crema ini tidak "keluar" karena proses ekstrasi yang tidak sempurna. Ketidak sempurnaan ekstraksi ini dapat disebabkan oleh kondisi mesin yang tidak terawat, kekurang "fresh"an kopi, tingkat penghalusan bijih kopi yang tidak tepat atau skill operator yang kurang. Sehingga dapat dikatakan bahwa crema dapat dijadikan sebagai acuan pertama dari kualitas espresso yang disajikan. Jadi kebayang khan, hubungan tempat bersih dan kopi enak?


Saya sering ngenes, karena banyak sekali tempat (terutama di Bandung) yang sangat ramai dan terkenal, dengan atmosfir yang relatif nyaman dan berkelas, namun menyajikan kopi yang di bawah standar. Beberapa diantara mereka malah berani mengaku sebagai Coffee Bar dengan sangat arogannya. Ironis, karena tempat yang pastinya menelan dana yang tidak sedikit ini, kadang tidak ditunjang oleh pengetahuan tentang kopi yang memadai. Seringkali kopi yang mereka sajikan tidaklah memenuhi standar untuk penyajian kopi tersebut. Rasa yang tidak pas dan komposisi campuran merupakan beberapa diantaranya. Tapi yang paling memprihatinkan adalah tempat–tempat yang "mahal" ini menyajikan espresso yang kualitasnya tidak memadai. Padahal tempat–tempat ini terlihat sangat bersih dan cozy. Ini membuat saya sering membayangkan seperti apa kondisi dapur yang tercermin dari kualitas espresso tadi. (*)

Article from : www.kompas.co.id

zodiaz

CAPRICORNUS
(22 Desember - 12 Januari)

Umum : APAPUN yang dikerjakan pada saat ini, sangat mendukung Anda. Hoki sangat baik, tapi juga harus waspada dengan sekeliling. Di saat mempunyai problema yang sulit dipecahkan, akan ada seseorang yang datang membantu. Pikirkan kembali apa yang sudah dilakukan untuk keluarga, juga untuk masa depan. Banyak orang-orang di sekeliling yang membutuhkan uluran tangan. Perubahan yang sangat mengagumkan, namun jangan berubah karena lupa diri. Ada baiknya beramal untuk orang-orang tidak mampu.

Asmara : Ada dusta

Keuangan : Ada masukan