Tuesday, May 03, 2005

Netralitas Dalam Liputan Konflik

Netralitas menjadi kata yang penting dalam liputan konflik atau kerusuhan yang telah memprovokasi dan mendorong konflik cenderung berubah menjadi konflik horisontal atau civillian conflict, misal dalam konflik yang terjadi di Ambon (1999-2002). Berbeda dengan conflict military yang biasanya masih banyak aturan atau koridor yang berlaku atau dipatuhi dalam konflik itu, misalnya konvensi jenewa tentang perang, --sedang dalam conflict civillian biasanya lebih ruwet, brutal, dan kompleks. Dalam konteks liputan konflik horisontal itu, netralitas media menjadi hal yang amat berharga. Meminjam istilah Golput --menurut definisi para penggagasnya dulu-- Golput tidak hanya berarti tidak memilih atau mendukung kontestan parpol, tetapi juga menolak sistem Pemilu itu sendiri, yang dipandang tidak baik atau tidak sesuai dengan nilai demokrasi. Netralitas liputan dalam wilayah konflik juga berarti-- tidak hanya tidak memilih, atau mendukung pihak-pihak yang berkonflik, tetapi lebih dari itu, menolak konflik kekerasan itu sendiri yang dipandang tidak baik dan tidak sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan universal.

Memang susah menjadi media netral dalam wilayah konflik, terutama bagi wartawan yang tinggal di daerah konflik itu sendiri. Tidak berpihak dalam wilayah konflik, yang bersifat horisontal, berarti seperti seorang makhluk Alien, yang terasing dari semua pihak-pihak yang berkonflik, maupun mungkin otoritas yang ternyata tidak mampu/cenderung membiarkan konflik kekerasan terjadi secara berlarut-larut. Tetapi menjadi media netral dalam konflik semacam itu adalah hal yang sangat berharga, dan menjadi modal kuat dalam melawan konflik kekerasan itu sendiri. Koalisi media netral dalam wilayah konflik, ya dengan kelompok-kelompok sipil, individu, dan masyarakat yang anti konflik kekerasan.

Kasus yang menimpa lembaga media serbia, Serbian Radio and Television (SRT) dan media Rwanda, Radio Television Libre des Mille Collines (RTLM) bisa menjadi pelajaran berharga, tentang ketidak netralan media dalam wilayah konflik. Malahan menjadi contoh mutakhir tentang media pengobar perang.

Wahyuana