Thursday, September 29, 2005

Kawasan Industri di Bekasi Masih Menggiurkan Investor

Wahyuana, Bekasi

Wahyuana, Bekasi

Kalangan pengusaha kawasan industri menyatakan gembira atas keberhasilan pemilu. Johannes Archiadi, wakil ketua Himpunan Kawasan Industri (HKI), “kestabilan politik dan keamanan merupakan faktor penting bagi pertimbangan investor untuk masuk ke kawasan industri. Kalau pemilu ini berlangsung demokratis dan lancar. Kami mengharapkan arus investasi akan pulih kembali di tahun 2005 mendatang.” Yohannes Archiadi adalah Direktur PT. Besland Pertiwi yang mengelola 2.000 hektare Kawasan Industri Kota Bukit Indah, di Cikampek.

Sedangkan Hendra Lesmana, direktur PT. Bekasi Fajar Industrial Estate yang mengelola 1.200 hektare Kawasan Industri MM 2100 Industrial Town menyatakan, bahwa ia masih optimis dengan prospek investasi ke kawasan industri ke depan. “Selama ini ada beberapa pengusaha dari Korea yang menunda investasi karena melihat dulu kondisi keamanan dan politik. Kalau stabil, mereka berencana masuk pada tahun 2005,” ujar Hendra Lesmana, di sela-sela pemberian beasiswa alat-alat sekolah kepada 1.000 siswa SD/SMP se-kabupaten Bekasi, di kompleks Kawasan Industri Cibitung, Selasa, 27 Juli 2004. Pemberian beasiswa yang diserahkan secara langsung oleh Bupati Bekasi Saleh Manaf itu, dimaksudkan sebagai bentuk kepedulian pengelola Kawasan Industri MM 2100 untuk membantu dunia pendidikan di Bekasi.

Perkembangan bisnis kawasan industri di daerah Bekasi, meskipun lamban, ternyata masih tumbuh. Meskipun arus investasi ke Indonesia sering dikatakan menurun dibandingkan dengan tahun-tahun 1990-an, namun sejumlah pengelola kawasan industri di Bekasi, Karawang, dan Cikampek mengaku bisnisnya masih mengalami pertumbuhan yang bagus. “Memang tidak sebanding dengan era Golden Days tahun 1995-1996, dimana dalam setahun bisa puluhan industri masuk ke kawasan industri. Tetapi sekarang kondisinya masih tetap tumbuh baik, meskipun lamban” ujar Johannes.

Sampai pertengahan tahun ini, Kawasan Industri Kota Bukit Indah, mencatat ada 2 investor baru yang masuk membuka pabrik, yaitu PT. Honda dan PT. Hino, dari Jepang. Kedua perusahaan bergerak dalam bidang industri otomotif. Mengambil lahan seluas 20 hektare, dengan nilai investasi sampai sekitar Rp. 300 miliar. Dengan penambahan 2 industri baru ini, berarti sekarang ada 70 pabrik yang mendiami Kota Bukit Indah, dengan menyerap tenaga kerja sampai 13.000 tenaga kerja.

Sedangkan menurut Hendra Lesmana, MM 2100 Industrial Town, sampai pertengahan tahun ini mencatat ada 6 industri baru yang masuk dan beberapa perusahaan melakukan perluasan pabrik. “Lahan yang digunakan sekitar 11 hektare, dengan harga sewa US $ 55 per meter,” ujar Hendra Lesmana. Sejumlah industri juga tengah menanti ijin usaha dari BKPM (badan Koordinasi Penanaman Modal) untuk masuk ke MM2100.

Tjetjep Prasetya, Direktur PT. East Jakarta Industrial Park yang mengelola kawasan industri East Jakarta Industrial Park (EJIP), mengatakan bahwa kawasan industri yang dia kelola sudah stabil. “Sejak tahun 1995, kawasan industri kami sudah penuh, dengan diisi sekitar 86 industri,” ujarnya kepada The Jakarta Post via telepon. EJIP selama ini mendiami lahan seluas 320 hektare lahan di Cikarang, Bekasi. Sejumlah perusahaan besar mendiami komplek industri EJIP, seperti Aisin Indonesia, Epson Industry, Hitachi Power System, Toshiba, Mashushita Gobel Industry, dan NEC Semikonduktor Indonesia. “Industri di kompleks kami kebanyakan bergerak di bidang elektronik, sehingga minim terhadap limbah industri,” ujar Tjetjep. Untuk menghidupi perusahaannya, EJIP sekarang tinggal mengelola pemberian layanan seperti penyediaan listrik melalui PT. Cikarang Listrindo, penyediaan air, dan waste treatment, yang selama ini disediakan langsung oleh pengelola kawasan PT. EJIP. Sampai sekarang EJIP menampung tenaga kerja sampai 35.250 orang. Bagi Tjetjep Prasetya, prospek investasi di Indonesia sebenarnya tidak terlalu suram. “Jangan terlalu paranoid. Karena kawasan industri kami sampai sekarang tetap penuh,” ujarnya meyakinkan.

Daerah Bekasi, Karawang, sampai Cikampek, sampai saat ini memang masih merupakan daerah investasi industri yang menarik. Menurut data dari BKPMD (Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah) Jawa Barat, dari nilai investasi yang masuk ke Jawa Barat sebesar Rp. 10,8 triliun tahun 2003, sekitar 48 persen masuk ke kota dan kabupaten Bekasi. Sebagai daerah penyangga ibukota Jakarta, Bekasi, memang menyediakan prasarana yang baik bagi perkembangan industri. Terutama fasilitas jalan tol Jakarta-Cikampek.

Meskipun tumbuh dengan lambat, beberapa kawasan industri melakukan penambahan baru terhadap areal lahannya. Seperti perluasan kawasan industri Bekasi Fajar seluas 100 hektar dan perluasan Delta Technology Center II, milik Lippo Cikarang yang menambah pasokan bangunan industri seluas 2,5 hektar.

Menurut Fahmi Shahab, Direktur Eksekutif HKI, mengatakan bahwa dari data di HKI, sejumlah produk baru telah dikembangkan oleh para pengelola kawasan industri, agar kawasan industri tetap menarik. “Sekarang tidak cuma menjual lahan untuk industri. Tetapi juga menyewakan areal lahan untuk sewa jangka pendek 3 tahun. Juga beberapa menyewakan jasa pergudangan,” ujarnya. Kawasan industri PT. Jababeka, bahkan telah mengembangkan konsep kawasan industri tidak hanya sebagai zona industri, tetapi sudah mencakup pengembangan komunitas. Beberapa fasilitas non industrial, seperti perumahan karyawan murah, sarana olahraga, trade center, hotel, sarana wisata, tempat hiburan, sampai sekolah bertaraf internasional didirikan dia areal seluas 1.570 hektar di Cikarang. ***

Kawasan Industri di Bekasi

Nama Kawasan Industri

Nama Pengembang

Luas Area

( Hektare)

Industri Penghuni

Tenaga Kerja

MM 2100 Industrial Town

PT. Bekasi Fajar Industrial Estate

200

14

2.269

East Jakarta Industrial Park (EJIP)

PT. East Jakarta Industrial Park

320

86

35.350

Kawasan Industri Gobel

PT. Gobel Dharma Nusantara

54

-

-

Bekasi International Industrial City

PT. Hyundai Inti Development

200

111

10.822

Kawasan Industri Jababeka Cikarang

PT. Kawasan Industri Jababeka Tbk.

1.570

1.008

150.000

Lippo Cikarang Industrial Park

PT. Lippo Cikarang Tbk.

1.000

306

13.350

MM 2100 Industrial Town

PT. Megalopolis Manunggal Ind. Dev.

1.000

136

47.250

Patria Manunggal Industrial Estate

PT. Patria Manunggal Jaya

220

-

-

4.564

1.661

259.041

( data wawancara dan riset HKI )

Wednesday, September 28, 2005

Seri Industri Tekstil : Mewarisi ‘Good Image’ Era Kuota

Oleh : Wahyuana

Pencabutan kuota ekspor tekstil Indonesia ke Amerika Serikat yang berakhir pada 31 Desember 2004 lalu, ternyata tak banyak berpengaruh terhadap nilai ekspor tekstil Indonesia ke pasar internasional.

Ditengah persaingan yang kian ketat, ternyata masih mencatat pertumbuhan yang menggembirakan. Tahun ini diperkirakan akan tumbuh sekitar 10 persen dibanding tahun sebelumnya, setelah pada tahun 2004 lalu mencatat pertumbuhan 10,24 % dibanding tahun 2003 dengan nilai penjualan sekitar US $ 7,65 miliar. Namun angka peningkatan ini masih dibawah dari puncak prestasi ekspor tekstil di tahun 2000 yang mencapai omset sekitar US $ 8,4 miliar.

“Tiap tahun net ekspor kita selalu diatas US $ 5 miliar. Kontribusi devisa dari ekspor tekstil diatas 8% PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia,” ujar Gde Putu Wisesa, Direktur program Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Departemen Perindustrian RI, kepada JIEF Magazine.

Tujuan ekspor tekstil di tahun 2004 sekitar 31% ke Amerika Serikat, 22% ke Uni Eropa, 7% ke Jepang, 4% ke Timur Tengah dan sisanya diekspor ke 120 negara lainnya.

Sedang laporan dari US Textile Intelligence di bulan Mei, sampai kuartal pertama tahun 2005 ini –data sampai bulan April, tercatat pertumbuhan ekspor tekstil Indonesia ke Amerika Serikat naik 11% (catatan dari mayor shippers) dibanding periode yang sama tahun 2004.

Sejumlah perusahaan produsen utama tekstil seperti PT. Ungaran sari Garment, PT. Apac Inti Corpora, PT. Trisulatex dan lain-lain, dilaporkan sampai kerepotan memenuhi permintaan dan pesanan para buyers luar negeri.

Memang ekspor tekstil Indonesia masih kalah jauh dibanding dengan ekspor tekstil Cina, tetapi pertumbuhan ini, menunjukkan industri tekstil Indonesia sama sekali tidak terpengaruh oleh kebijakan penghapusan kuota Amerika Serikat, yang sebelumnya sempat diprediksi akan membuat industri tekstil Indonesia akan ambruk.

Indonesia saat ini masih menjadi pemasok no. 11 ekspor tekstil dunia dengan nilai sekitar US $ 2.92 billion yang berarti menguasai 1,7 % pasar dunia. Sedangkan di pasar industri garment Indonesia menguasai 1,8 persen pasar dunia dengan nilai sekitar US $ 4.11 billion, berada pada urutan no. 9 ekportir garment Internasional.

Memang sekitar 54% dari produk ekspor TPT Indonesia berupa garment atau pakaian jadi. Sedangkan sisanya berupa produk-produk dari industri tekstil hulu seperti fiber, filamen, dan kain.

“Kita mempunyai pelanggan-pelanggan yang selama ini sudah percaya dan puas dengan kualitas produk tekstil Indonesia. Sehingga meski kuota dihapus, kita masih mewarisi ‘good image’ dari konsumen,” ujar Gde Putu Wisesa.

Wisesa memberi contoh seperti industri fashion Amerika Serikat sekelas Georgio Armani mengandalkan pasokan kebutuhan kainnya yang berkualitas tinggi dari PT. Benangsari Indahtexindo, sebuah perusahaan testil di Purwakarta, Jawa Barat.

Demikian juga ekspor ke Jepang yang masih tetap bertahan tinggi, karena kebutuhan konsumen Jepang atas produk-produk berkualitas tinggi sekelas produk Mark & Spencer ternyata suply bahan dasarnya dari industri tekstil Indonesia.

“Good Image’ produk testil Indonesia di pasar internasional masih baik. Tinggal bagaimana mengefektifkan pemasaran dan mengefisienkan biaya produksi. Juga peningkatan aspek pelayanan seperti ketepatan delivery order,” ujar Gde Putu Wisesa.

Pendapat serupa dibenarkan oleh Ernovian Gysmi, eksekutif secretary API (Asosiasi Pertekstilan Indonesia) kepada JIEF Magazine. ” Cina dan India memang melakukan penetrasi ke pasar internasional secara besar-besaran, dengan tawaran harga yang murah. Indonesia tidak lagi menjual kompetitif ekspor dengan tawaran harga murah, tapi lebih ke kualitas,” ujar Ernovian.

Murahnya harga barang-barang garment dari Cina dan India dengan mudah dapat kita ditemui di pasar-pasar tekstil seperti Tanah Abang, Jakarta Pusat. Agil Thohir Baagil, seorang trader garment dan pemilik industri tekstil PT. Bahagil Dwi Tunggal di Bandung, Jawa Barat, mengatakan pada JIEF Magazine, “serbuan barang dari Cina tak bisa dihindari, karena memang murah. Padahal dalam beberapa komoditi bahan baku seperti polyester, Cina masih tergantung pada impor dari Indonesia. Seperti Cina masih impor PTA (purified terephthalic acid) dari Indonesia seharga US $ 820 / matric ton, setahunnya sekitar 60.000 ton. Tetapi setelah sampai di Cina dan melalui berbagai proses produksi bisa menghasilkan produk akhir garment yang jauh lebih murah. Di Indonesia dengan proses yang sama, produk akhirnya berupa garment dengan nilai wajar di pasar seharga sekitar 6 US $ / kg. Namun Cina berani menjual produk-produk tersebut cuma seharga 2 US $/kg. Jadi pasti saja produk Cina diserbu konsumen dan membanjiri pasar, akibatnya tidak hanya mengambil ceruk pasar ekspor yang selama ini dikuasai Indonesia, tetapi juga pasar domestik Indonesia sendiri direbut Cina.”

Praktek dumping ini tak pelak telah memukul industri tekstil Indonesia, terutama pada segmen produk garment di kelas menengah ke bawah, yang ceruk nilai pasarnya sangat besar. Persaingan tak hanya melawan Cina, tapi juga India, Korea, Vietnam, Meksiko dan Pakistan. Cina saat ini diperkirakan menguasai sekitar 50% pasar tekstil sedang India sekitar 13%.

Nasir Mansyur, Ketua Umum Asosiai Pengusaha Garment Indonesia (APGI), mengatakan ke JIEF Magazine, mengatakan, “untuk menyelamatkan pasar tekstil dalam negeri Indonesia dari serbuan barang murah dari Cina dan India, pemerintah seharusnya menerapkan ‘safe guard system’ seperti di Amerika Serikat terhadap produk tekstil dari Cina. Bahkan saya curiga, Indonesia telah menjadi sarana perdagangan transhipment produk-produk Cina untuk mencapai tujuan pasar ekspor.”

Transhipment ditengarai telah terjadi di Indonesia dari produk-produk garment Cina. Yaitu produk-produk tekstil Cina yang murah masuk ke pasar Indonesia, kemudian barang-barang itu diekpor lagi ke pasar internasional dengan memanfaatkan kuota dan ‘brand image’ sebagai produk Indonesia. Siasat ini ditempuh karena ekspor tekstil Cina secara langsung sudah mendapat pembatasan kuota dengan ‘safeguard system’ di beberapa negara seperti Amerika dan Uni Eropa.

Selisih harga pasar ekspor selama ini memang cukup memungkinkan dan menggiurkan bagi pola bisnis transhipment garment. Garment Cina masuk Indonesia dengan harga cuma sekitar US $ 2 / kg. Sementara harga ekspor garment Indonesia ke pasar luar sekitar US $ 4 / kg. Sehingga masih ada keuntungan selisih harga sekitar US $ 2/kg. Harga-harga ini masih dibawah harga wajar sebesar US $ 6/kg, sehingga barang-barang itu amat laku di pasar.

Transhipment ini menjadi bisnis yang amat menguntungkan, dan ditengarai telah menggiurkan beberapa perusahaan garment kelas menengah dan bawah di Indonesia untuk ‘banting stir’ dari produsen garment menjadi sekedar trader transhipment dengan memanfaatkan brand image perusahaannya sebagai produsen. Padahal sebenarnya hanyalah ‘kedok’ dagang.

Akibat transhipment tak hanya merugikan pasar ekpor, tetapi juga mengoyak pasar industri tekstil domestik. Pemerintah memang merencanakan akan mengefetifkan pengawasan di pelabuhan untuk mengurangi pola perdagangan transhipment, dengan melakukan pengawasan ketat setiap order barang yang masuk pelabuhan. Tapi pola ini diperkirakan pasti masih akan tetap berlangsung.

Persaingan pasar TPT yang ketat membuat para pengusaha Indonesia tak bisa berpangku tangan. Pasca kuota, mereka harus lebih aktif membuka dan mencari peluang pasar-pasar baru bagi tekstil Indonesia.

”Saat ini agak sulit menemui pengusaha tekstil Indonesia, mereka sedang giat menyebar ke mana-mana untuk memasarkan produk TPT secara langsung ke berbagai negara. Tidak hanya berkonsentrasi ke pasar tradisional tekstil Indonesia seperti ke Amerika Serikat, Eropa dan Jepang, tetapi juga melebarkan pemasaran dan promosi ke Afrika, Timur Tengah, dan Amerika Latin,” ujar Ernovian.

Ditengah perkembangan menggembirakan itu, saat ini, pesimisme menghantui banyak kalangan pengusaha garment di Indonesia di sektor usaha kelas menengah ke bawah ini. Akibat menaiknya beban biaya produksi tekstil akibat kenaikan harga minyak dunia, melemahnya nilai rupiah terhadap dollar dan kenaikan suku bunga bank, telah merontokkan sejumlah pengusaha sektor industri garment skala usaha menengah ke bawah.

Apalagi, sampai saat ini, bank-bank masih memasukkan industri tekstil ke dalam ‘black list’ invesment mereka, semenjak terjadinya krisis ekonomi di Indonesia di tahun 1998, yang membuat banyak industri tekstil bangkrut dan ‘ngemplang’ utang ke bank. Blak list ini membuat saat ini pengusaha-pengusaha tekstil kesulitan mendapatkan dana segar untuk melakukan restrukturisasi perusahaan atau permesinan mereka.

“Di Jawa Barat saja sudah ada sekitar 302 perusahaan konveksi yang terpaksa gulung tikar karena tidak mampu menahan beban biaya produksi yangtinggi,” ujar Lili Asjudiredja, Direktur PT. Tri Manunggal yang juga anggota DPR-RI dari Fraksi Golkar, yang juga menjabat sebagai Ketua Umum API (Asosiasi Pertekstilan Indonesia) Jawa Barat kepada JIEF Magazine. Sedangkan di Bali, data API, memperkirakan sekitar 77 industri garment kelas menengah bawah juga tutup.

Menurut Benny Soetrisno, Ketua Umum API (Asoasi Pertekstilan Indonesia) yang juga Direktur PT. Apac Inti Corpora dan , tutupnya sejumlah perusahaan garment skala menengah-bawah ini sebenarnya sangat disayangkan bisa sampai terjadi, karena banyak potensi pasar TPT domestik yang belum terpenuhi. (lihat tabel 11).

Pasar domestik TPT Indonesia sendiri, sampai saat ini merupakan ceruk pasar potensial yang masih belum banyak diisi oleh produsen lokal. Dari tingkat konsumsi tekstil per kapita sebesar 4,4 kg/th/orang diperkirakan baru hanya mampu dipenuhi oleh industri tekstil nasional sebesar 2 kg/th/orang, sehingga masih ada peluang pasar sekitar 2/kg/th/orang.

Pasar domestik saat ini dipenuhi oleh tekstil murah dari Cina dan India. “Hampir 40 persen diisi oleh barang selundupan dari Cina dan India,” ujar Natsir Mansyur dari APGI.

Para pengusaha tekstil selama ini memang lebih banyak berkonsentrasi ke pasar ekspor, mereka terlalu termanjakan dengan adanya fasilitas kuota. Pasar domestik praktis tidak banyak yang serius menggapar, hanya disuply oleh ribuan industri konveksi rumahan kelas menengah ke bawah. Akhirnya ditengah laju pertumbuhan ekspor tekstil Indonesia yang selalu dibangga-banggakan, pasar domestik justru jadi ceruk potensial yang diisi barang-barang tekstil impor, yang celakanya 40% barang impor illegal, 20% diisi impor pakaian bekas, dan hanya 40 % diisi produk lokal. Padahal nilai bisnis pasar domestik sendiri diperkirakan sekitar US $ 21 trilliun. Sebuah potensi bisnis yang menggiurkan.

“Untuk merangsang industri garment ‘rumahan’ lokal agar tidak colapse dan meningkatkan bisnisnya, seharusnya pemerintah menerapkan ‘safeguard system’ untuk membatasi produk-produk impor illegal yang selama ini membanjiri pasa domestik,” ujar Natsir Masyur dari APGI.




Hubungan Industri Tekstil Indonesia-Jepang

Indonesia menguasai sekitar 2% pasar tekstil dan garment di Jepang, berada pada urutan ke-6 setelah China, Uni Eropa, Amerika, Korea (Lihat grafik) dengan nilai omset ekspor tahun 2004 sebesar sekitar US $ 472 juta, angka ini menurun dibanding ekspor tahun 2003 yang nilainya mencapai sebesar US $ 483 juta.

Menurut Ernovian Gysmy, ekskutif secretary API, typical pasar kebutuhan TPT Jepang lain dengan Amerika, Uni Eropa, atau negara-negara lain. Jepang menginginkan produk-produk kelas atas dengan kualitas tinggi. “Ini yang sering menjadi kendala TPT Indonesia dalam bersaing dengan produk Amerika dan Eropa dalam memasuki Jepang,” ujar Ernovian. Tetapi selera ‘high quality’ ini pula yang juga telah membuat garment Indonesia tetap mendapat tempat di pasar Jepang, karena kualitas garment Indonesia tetap lebih baik daripada produk Cina, India, Vietnam, atau Thailand.

Jepang sendiri, saat ini merupakan investor utama industri TPT Indonesia, baru disusul Taiwan. Data API tahun 2004, menunjukkan kurang lebih sekitar 58 industri TPT yang dimiliki investasi dari Jepang, baik yang mencakup penguasaan 100% kepemilikan atau share saham.

Penguasaan investasi Jepang terutama di industri tekstil sektor hulu seperti fiber, spinning, weaving dan knitting, yang bersifat padat modal dan full teknologi.

Beberapa industri tekstil Jepang di Indonesia skala besar adalah PT. Teijin Indonesia Fiber Corporation (Tifico) di bidang produksi fiber; PT. Kanebo Tomen Sandang Synthetic Mills (KTSM) yang berproduksi mulai dari fiber, spinning, weaving, finishing, sampai garment; PT. Acrilyc Textile Mills (ACTEM); PT. Toyono Knitting Indonesia; PT. Ohgiya Knitting Indonesia ; PT. Shinko Toyobo Gistex garment; PT. Saimoda Garminda; PT. Nikawa Textile Indonesia; PT. Kurabo Manunggal Textile Industries (Kumatex); PT. Permaid Textile Industry Indonesia (Mertex); PT. Plumbon International Textile (Pintex), PT. Great Iphock International dan lain-lain.

Pada bulan lalu, PT. Tifico mengeluarkan release yang mengatakan mulai bulan ini akan menambah investasinya di Indonesia sebesar US $ 50 milliar untuk perluasan plant industries-nya di Jawa Barat.

Menurut Ernovian Gismy dari API, potensi utama dari investasi Jepang adalah untuk memperluas dan merestrukturisasi industri tekstil di tingkat hulu yang memproduksi bahan-bahan dasar textile dan memerlukan high teknologi.

Peluang investasi bagi investor Jepang dapat berubah restrukturisasi dan memodernisasi mesin-mesin produksi yang banyak sudah kedaluarsa.

Data dari API saat ini, dari kelompok industri spinning (pemintalan) mempunyai 2.155 mesin berusia lebih dari 20 tahun, dari industri weaving (pertenunan) mempunyai 4.617 mesin dan knitting (perajutan) sebanyak 678 mesin. Belum lagi di kelompok industri printing, dyeing, finishing memiliki 1.716 mesin sudah lebih berusia 15 tahun. Sementara industri garmen memiliki mesin berusia lebih dari 10 tahun sekitar 31.997 unit.

“Kita akan sangat membantu bagi upaya investasi untuk memperbaiki mesin-mesin manufaktur ini,” ujar Ernovian Gismy, sekretaris eksekutif API.***

Saturday, September 10, 2005

Seri otomotif : Berebut Pasar Pelumas

By Wahyuana

Oli merupakan kebutuhan utama dunia otomotif. Kejelian memilih olie berarti menentukan kinerja, performa dan daya tahan mesin kendaraan. Karena selain sebagai pelumas, olie juga berfungsi sebagai pendingin dan pembersih mesin. Dengan perkiraan sekitar 33 juta unit populasi sepeda motor di Indonesia dan sekitar 10 juta kendaraan roda empat, dan pertumbuhan penjualan untuk sepeda motor mencapai 30% untuk tahun ini dan sekitar 20% untuk kendaraan roda empat. Kebutuhan pelumas di Indonesia sangat tinggi. Menurut Erie Soedarmo, Direktur Migas Departemen Suberdaya Energi dan mineral, kepada JIEF Magazine,” kebutuhan pelumas di Indonesia diperkirakan sekitar 700 juta kiloliter per tahun.” Sebuah potensi bisnis yang menggiurkan yang diperkirakan senilai sekitar Rp. 7 trilliun per tahun. Sekitar 350 juta kiloliter dari jumlah itu digunakan untuk mencukupi kebutuhan pelumas otomotif, sedang sisanya untuk memenuhi kebutuhan mesin industri.

Melihat potensi pasar pelumas yang besar itu, wajar jika saat ini ada ratusan perusahaan pelumas yang turut memperebutkan pasar. Menurut data dari Asosiasi Pelumnas Indonesia (Aspelindo) saat ini ada sekitar 230 merek pelumnas yang beredar di pasaran dari sekitar 190 produsen lokal maupun impor. Namun begitu, jumlah pelumas palsu pun masih sangat tinggi, diperkirakan memenuhi sampai sekitar 30% dari pasar konsumsi.
Pertamina sampai saat ini masih mendominasi pasar sampai sekitar 54% pasar konsumsi (lihat tabel), dengan sekitar 25 jenis produk utama dan sekitar 130 varian produk seperti Fastron, Mesran, Mesran Super, Mesran Prima, Meditran, Prima XP, Federal, 2T Enviro, Rored dan lain-lain. Bahkan merk Mesran dari Pertamina merupakan penguasa terbesar pasar pelumas Indonesia, terutama untuk mencukupi kebutuhan seped motor. Setelah Pertamina disusul 7 pemain utama lain yaitu Penzzoil (12%), Evalube(12%), Top 1 (11%), Castrol (5%), Shell (3%), Agip (3%), Motul (1%).

Pertamina sebelumnya selama bertahun-tahun memegang monopoli pasar pelumnas, namun sejak pemerintah mengeluarkan Keppres No. 21 tahun 2001 yang membolehkan pasar pelumas dimasuki oleh kalangan swasta, pasar pun memasuki liberalisasi yang menyediakan lebih banyak variasi pilihan.

Dengan keluarnya keppres itu, berbagai produsen pelumas global mulai memasuki pasar Indonesia. Seperti Agip (Azienda Generale Italiana Petroli) pelumas dari Itali yang di Indonesia dipasarkan oleh PT Agip Lubrindo Pratama (ALP). Saat ini Agip menginvestasikan dana sekitar US$50 juta untuk membangun industri minyak pelumas di Pasuruan, Jawa Timur, yang mampu berproduksi berbagai jenis minyak pelumas dengan kapasitas per tahun 40 juta kiloliter. Produk-produk Agip selama ini sudah banyak beredar di pasar seperti Agip Formula 2000, Smokeless, Agip 2T Plus dan 4T Super untuk sepeda motor, serta Agip Super SL dan Agip Sigma Turbo untuk kendaraan roda empat. Agip Super SL merupakan pelumas kendaraan berbahan bakar bensin, sedangkan Agip Sigma Turbo untuk kendaran bermesin diesel.

Berbagai industri pelumas di pasar global pun ikut bersaing di pasar Indonesia, seperti Shell dan British Petrolium. Dari Amerika Serikat seperti Mobil, Motul, Caltex, Top 1 dan Total. Kemudian Envalube, Penzzoil, dan Fuchs dari Jerman. Bahkan Penzzoil dan Envalube masing-masing menguasai pasar konsumsi pelumas sebesar 12%.

Yang menarik hegemoni produk-produk Jepang di industri otomotif sepeda motor dan mobil, namun sama sekali tidak berkontribusi di industri pelumas. Dua industri pelumas Jepang seperti Nippon Oil dan Idemitzu, sama sekali tidak menunjukkan taringnya di pasar industri pelumas.

Industri otomotif Jepang lebih suka memanfaatkan produk-produk pelumas lokal sebagai olie resmi kendaraan produknya. Seperti Honda yang merekomendasikan oli Federal Oil produk dari Pertamina sebagai olie resmi sepeda motor Honda dari mulai Kharisma 125 D, Supra fit, Supra 125 X, dan legenda.

Menurut AP Batubara, Ketua Aspelindo (Asosiasi Pelumas Indonesia), tidak seperti di industri otomotif, investasi perusahaan-perusahaan Jepang di industri pelumas memang kecil, ini beda dengan pelumas Eropa dan Amerika yang berani berinvestasi besar, seperti Agip yang mematikan pasarnya di Indonesia, dengan membangun sendiri pabrik produksinya di Indonesia.

Atau pelumas Top 1 dari Amerika yang serius memperkuat pasarnya melalui promosi besar-besaran. Produk-produk pelumas Top 1 mulai populer dikenal masyarakat, sehingga mampu mencuri pasar pelumas roda dua yang selama ini dikuasai merk Mesran dari Pertamina.

Pasar industri pelumas masih terbuka lebar, dan tingkat konsumsinya pun menjanjikan seiring dengan perkembangan industri otomotif Indonesia yang kian bergerak maju. Apakah pelumas-pelumas Jepang akan mengisi peluang ini ? Dan mengulangi lagi keberhasilannya menggeser penguasaan pasar otomotif Indonesia di tahun 1960-1970-an yang dikuasi mobil-mobil Eropa dan Amerika, menjadi berbalik 95% diisi produk-produk Jepang ? Kita tunggu saja.***

In completely the article was published in Japanese at JIEF Magazine

Seri Otomotif : Semarak Industri Mobil di Indonesia

by Wahyuana

Setelah sempat terpuruk akibat dihantam krisis ekonomi tahun 1998, kini industri mobil di Indonesia telah kembali semarak. Kalau dulu sempat turun drastis dari penjualan sekitar 390.000 unit kendaraan di tahun 1997, anjlok menjadi hanya sekitar 58.383 di tahun 1998 akibat krisis moneter. Namun, sejak tahun 2000 angka penjualan otomotif terus melonjak naik. Bahkan di tahun 2005 ini, diperkirakan akan mencapai penjualan lebih dari 600.000 unit kendaraan, -- merupakan pasar otomotif terbesar di Asia Tenggara. “Bukan target jumlah yang sulit, karena sampai akhir bulan Juni sudah terjual lebih dari 300.000 unit,” ujar Bambang Trisulo, Ketua Umum Gaikindo (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia) pada JIEF Magazine di sela-sela seminar GAE 2005.

Namun ditengah optimisme ini, Bambang Trisulo juga memperingatkan bahwa timbulnya gejolak ekonomi berupa melemahnya nilai kurs rupiah dan melonjaknya harga minyak di pasar internasional, yang terjadi sejak bulan Juli ini, dapat mempengaruhi target pasar. “Industri otomotif sangat rentan terhadap perkembangan nilai tukar rupiah, tapi kami optimis rupiah masih bisa bertahan dibawah Rp. 10.000 sehingga tidak mempengaruhi harga mobil,” ujar Bambang lebih lanjut. Melemahnya rupiah kali ini, memang tidak seperti kasus tahun 1998 lalu. Sekarang lebih karena pengaruh meningkatnya harga minyak di pasar international, sedang dulu akibat ambruknya sistem keuangan ekonomi nasional dan regional. Sehingga gejolak fluktuasi nilai rupiah kali ini hanya akan bersifat temporer.

Perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2005 akan mencapai sebesar 5,5 persen, dengan angka pertumbuhan ini, sektor otomotif diperkirakan akan tumbuh semarak, penjualan diperkirakan akan meningkat sampai lebih dari 20 % dibandingkan dengan angka penjualan tahun 2004 (lihat Grafik 1).
Semaraknya pasar otomotif masih didominasi oleh mobil-mobil Jepang yang mengisi hampir 95% kebutuhan pasar. Mobil-mobil produk Toyota masih mendominasi . Tahun 2004, mereka menguasai 28 % persen pasar dengan penjualan 141.940 unit kendaraan dengan jenis-jenis mobil keluaran terbaru seperti Kijang Innova, Toyota Avanza, Corolla Altis, Camry, Crown, dan Vios. Toyota kijang yang sering dianggap maskot ‘mobilnya orang Indonesia’ sudah menjadi hegemoni pasar di kelas MPV (Multi Purpose Vehicle), apalagi sejak diluncurkannya versi terbaru Kijang Innova yang langsung mendapat sambutan pasar, seakan memperteguh posisi penguasaan Toyota di kelas MPV. Produk terbaru dari Toyota untuk segmen konsumsi kelas mobil murah (dibawah Rp. 100 juta) yaitu Toyota Avanza, laris manis di pasar sejak di lounching tahun lalu.

Sampai bulan Mei 2005, Toyota Astra Motor (TAM), kembali memimpin pasar otomotif Indonesia dengan angka penjualan sebanyak 75.595 unit atau menguasai 32% persen pasar dari total penjualan kendaraan bermotor secara nasional yang mencapai 246.421 unit. Kontribusi utama dari pasar non komersial berupa penjualan mobil Avanza dan Kijang. Sedang dari pasar kendaraan komersial dari penjualan truk Dyna.
Khusus untuk segmen kendaraan non komersial atau kendaraan penumpang, TAM mencatat penjualan sebesar 34.784 unit, naik 32,1 persen dibanding penjualan pada bulan yang sama tahun 2004 sebesar 26.331 unit. Di segmen ini, TAM memimpin pasar sebesar 38,6 persen (13.423 unit), disusul Honda (18 persen) dan Suzuki (17,4 persen).

Di tahun ini, Toyota meluncurkan mobil Fortuner di kelas SUV menengah yang dilounching ketika event Gaekindo Expo 2005 bulan Juli lalu, dan dalam satu bulan, dikabarkan mobil ini telah terjual 1.500 unit. Peluncuran Fortuner diarahkan untuk berkompetisi di pasar SUV yang selama ini pasarnya dikuasai oleh Honda CRV.

Mobil-mobil Mitsubishi menempati urutan kedua, tahun 2004 mereka menguasai 19% pasar dengan total penjualan sekitar 89.242 unit kendaraan. Produk-produk Mitsubishi di kelas sedan seperti Mitsubishi Grandis dan Mitsubishi Lancer cukup mendapat sambutan pasar, selain kejayaan Mitsubishi menguasai pasar kendaraan penumpang minibus. Di kuartal pertama tahun 2005 ini, Mitsubishi menguasai sekitar 17% pasar. Tahun ini Mitsubishi meluncurkan inovasi terbaru berupa sedan Mitsubishi Grandis yang lebih luxury.

Pasar di kelas MPV menjadi arena persaingan utama karena menguasai sekitar 56 % persen konsumsi pasar secara keseluruhan di Indonesia atau sekitar 87% di pasar mobil non komersial. Dominasi kelas MPV masih dikuasai oleh Toyota dan Mitsubishi. Kedua produsen ini memang kerap diidentikkan dengan simbol perintis majunya industri mobil di Indonesia. Akhir tahun 1950-an, Mitsubishi memulai kiprahnya di Indonesia dengan mengeluarkan produk mobil Mitsubishi minibus Colt T-120 yang amat populer bagi masyarakat Indonesia pedesaan sampai kini, karena selain lebih murah juga mampu menjadi mobil penumpang yang bisa mengangkut 10-15 orang--menggeser pasar mobil sedan Amerika dan Eropa yang sebelumnya telah mendominasi pasar. Demikian juga ketika di tahun 1977, Toyota mengeluarkan mobil Toyota Kijang yang yang kemudian amat populer dianggap sebagai prototipe ‘mobilnya orang Indonesia’. Kedua tonggak ini, sering dianggap merupakan titik awal majunya industri otomotif Indonesia, dan titik awal dominasi mobil Jepang di pasar Indonesia yang menggeser keberadaan mobil-mobil Eropa dan Amerika.

Astra Daihatsu Motor sampai bulan Juni 2005 membukukan penjualan sekitar 47.623 unit kendaraan. Mereka menguasai di pasar SUV medium dengan mobil Daihatsu Taruna, pasar MPV dengan mobil penumpang Zebra dan Expass, dan di segmen kelas mobil murah Daihatsu Xenia dan Ceria. Xenia sangat populer sehingga para konsumennya sampai harus indent 3-4 bulan untuk memperolehnya.

Indomobil grup yang membawahi sejumlah ATPM seperti Suzuki, Audi, Renault, Nissan, Mazda selama kuartal pertama tahun 2005, memperoleh peningkatan penjualan mobil sebesar 42,5 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun 2004. Angka penjualannya mencapai 42.097 unit, sementara tahun sebelumnya hanya 29.549 unit.

Peningkatan penjualan tersebut, terutama pada merek Suzuki, Nissan dan Mazda. Suzuki pada periode Januari-Mei 2005 terjual sebanyak 42.561. Peningkatan volume penjualan ini juga dialami oleh Mazda, yang sampai bulan Mei 2005 ini terjual sebesar 390 unit, naik dari periode yang sama tahun 2004 sebesar 85 unit. Sementara itu, Nissan terjual sebanyak 6.112 unit.

Peningkatan pasar Suzuki terutama di kelas MPV yakni Suzuki APV, serta penjualan kendaraan komersial seperti Suzuki Carry dan Suzuki Futura. Juga pada kelas mobil murah Suzuki Karimun. Penjualan terbesar Nissan disumbangkan oleh merek X-Trail dan Serena. Sedangkan Mazda pada sedan Tribute.
Sementara itu untuk segmen sedan, Honda masih mendominasi. Hingga April 2005, tercatat Honda City mendominasi pasar sedan sebesar 62,8 persen dengan total penjualan mencapai 3.650 unit. Sementara Honda Accord terjual sebanyak 472 unit, dan Civic sebanyak 311 unit. Sedangkan di kelas low MPV, Honda Jazz telah terjual sebanyak 9.343 unit. Honda Jazz amat populer di kalangan konsumen.

Di kelas medium SUV, New Honda CR-V terus mempertahankan prestasinya sebagai pemimpin pasar di kelasnya dengan penguasaan pangsa pasar sebesar 31 persen (751 unit). Secara keseluruhan, kuartal pertama sepanjang tahun ini New CR-V telah terjual sebanyak 3.038 unit. Sambutan juga pada Honda Stream yang laku 1.405 unit. Sementara itu, sedan Honda Odyssey sejak diluncurkan pada Janurai 2005 telah terjual sebanyak 311 unit. Secara keseluruhan sampai bulan Mei 2005, Honda telah terjual 24.781 unit. Meningkat sekitar 52,7 persen dibanding periode yang sama di tahun sebelumnya.

Fenomena menarik terjadi pada perkembangan industri otomotif dari Korea seperti Hyundai dan KIA. Meskipun mobil-mobil Korea baru hadir di Indonesia mulai sekitar tahun 1999, tapi selama 5 tahun ini sudah mampu menyodok menguasai sekitar 3% pasar—data tahun 2004. Mengungguli pasar mobil-mobil produksi dari Amerika dan Eropa. Di jalan-jalan, orang-orang Indonesia semakin akrab dengan mobil-mobil seperti KIA Carens, Hyunday Atoz, Hyunday Getz, Matrix, Trajet, Tucson, Sportage, dan KIA Visto. Mobil-mobil Hyunday Atoz dan Gets sudah mulai di produksi di pabrik produksi Hyunday seluas 13 hektare di Bekasi, yang mampu berproduksi sampai 27.000 unit per tahun. “Saya selalu bilang ke produsen Korea, kalau mereka mau mengefektifkan pasarnya disini, sebaiknya mereka bikin pabrik disini dan investasi lebih banyak lagi,” ujar Bambang Trisulo, Ketua Gaikindo, pada JIEF Magazine.

Keberhasilan industri otomotif Korea menembus pasar Indonesia, karena kejelian mereka menangkap pasar di kelas ‘city car,’ yang menjadi trend penjualan mobil di Indonesia dalam 5 tahun belakangan ini. Yaitu mobil kecil yang mampu mengangkut 2-4 orang, biasanya bermesin antara 800 – 1.400 cc, irit bahan bakar dan harga biasanya dibawah Rp. 100 juta. Meningkatnya pasar ‘city car’ ini seiring dengan perkembangan kota Jakarta yang sekarang dihuni 12 juta jiwa, sehingga dibutuhkan mobil-mobil yang praktis dan mudah diajak mensiasati kemacetan, bisa diparkir ditempat sempit, dan hemat bahan bakar yang kian mahal. Pasar pembelinya, kebanyakan kalangan muda. Diperkirakan, mobil-mobil Korea, menguasai hampir 50% di pasar kelas ‘city car’. Untuk merebut ceruk pasar kawula muda yang harus hidup hemat sejak terjadi krisis moneter tahun 1998 dengan berganti kesukaan mobil pada ‘City Car.’ Visto, Getz dan Atoz harus bersaing berebut pasar city car dengan Suzuki Karimun, Daihatsu Ceria, Chevrolet Spark dan Peugeot 260.

Sedangkan Mobil-mobil dari Eropa dan Amerika menguasai sekitar 5 persen pasar. Terutama merek-merek terkenal seperti Mercedes Benz, Peugeot, Ford, Volvo, BMW yang menguasai pasar mobil kelas premium ( diatas Rp. 500 juta). Seperti Daimler Crysler Indonesia yang memproduksi Mercedes-Benz, sampai bulan Mei 2005 mendominasi penjualan untuk kendaraan sedan mewah sebesar 721 unit (60 persen). Sementara BMW terjual sebanyak 319 unit (27 persen), Audi 54 unit (5 persen), Jaguar 29 unit (2 persen), dan Volvo 72 unit (6 persen).

Namun, hegemoni mobil Eropa dan Amerika di pasar mobil kelas premium ini rawan tergeser. Mulai tahun ini, mobil resmi para pejabat tinggi Indonesia yang sejak bertahun-tahun lalu menggunakan mobil Volvo, mulai diganti dengan Toyota Camry yang harganya lebih miring, namun tidak kalah nyaman dan bergaya elegan dibanding Volvo.

Semaraknya industri otomotif ini memang didukung dengan potensi pasar di Indonesia. Dengan jumlah penduduk sekitar 230 juta orang, Indonesia merupakan pasar yang menggiurkan. “Indonesia termasuk potensial market besar yang sedang tumbuh, seperti Brasil, India, Cina dan Rusia. Sehingga kami sangat perhatian,” ujar Takashi Shimodaira, executive vice president Japan Automobile Manufacturers Association, Inc. (JAMA) pada JIEF Magazine bulan Juli 2005, di sela-sela seminar GAE 2005. Tahun ini dengan perkiraan pasar sebesar 600.000 unit kendaraan, Indonesia merupakan pasar mobil terbesar di Asia Tenggara setelah Malaysia yang diperkiraankan punya potensi pasar sekitar 400.000 unit.

Cepatnya laju pertumbuhan industri otomotif mobil ini terutama semenjak dibukanya kran investasi di bidang otomotif tahun 1999, yang membolehkan para produsen otomotif menguasai sebagian besar saham perusahaan Agen Tunggal Pemegang Merk (ATPM). Seperti contohnya Daihatsu Motor Corp. yang sekarang menguasai mayoritas saham di PT. Astra Daihatsu Motor—produsen dan distributor mobil Daihatsu di Indonesia. Kebijakan ini ternyata mampu mendorong penggelontoran investasi dari produsen untuk memperluas produksi dan mengefektifkan pasarnya di Indonesia.

Liberalisasi kran investasi ini, turut mendorong iklim industri otomotif Indonesia ke persaingan yang tidak sekedar berkonsentrasi memenuhi kebutuhan domestik tetapi juga pasar global. Inovasi produk pun semakin semarak, menurut data Gaikindo, tiap tahun tidak kurang dari 32 jenis mobil baru di luncurkan di Indonesia sejak tahun 1999. “Penganekaragaman produk memang harus terus dilakukan agar pasar tak mudah jenuh,” ujar Soebroto Laras, boss Indomobil Group ketika di acara peluncuran buku biografinya: Soebronto Laras–Meretas Dunia Automotif Indonesia.

Prospek pasar lokal dan regional yang menjanjikan, membuat produsen pun tak hanya menjual produknya, tetapi juga mengalihkan dan mengkonsentrasikan industri pabrikasi otomotifnya ke Indonesia. Seperti Toyota yang memusatkan produksinya di kelas mobil MPV jenis Kijang Innova di pabriknya di Sunter, Jakarta Utara. “Diharapkan tidak sekedar memenuhi pasar domestik tapi juga akan diekspor ke negara lain, terutama ke Philipine, Vietnam, Afrika Selatan, Jepang, Taiwan dan Papua Nugini” ujar Juwono Andrianto, Direktur PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia. Tetapi Toyota juga merelokasi produksinya di kelas sedan jenis Camry, Altis, dan Vios ke Thailand.

PT. Indomobil Suzuki International juga mendapat tambahan investasi sebesar 11,5 miliar yen Jepang dari induknya Suzuki Motors Corporation (SMC) untuk menjadi mother plant (pabrik induk) produksi Suzuki APV variasi mesin 1.600 cc dan 1.500 cc. Produksi dipusatkan di Pabrik Suzuki di Tambun, Bekasi. Tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan lokal, produksinya juga akan diekspor ke pasar regional Asia Tenggara, Amerika Latin dan Oceania.

“Sampai dengan April 2005, PT Indomobil Suzuki International sudah mengekspor 1.000 unit. Tahun ini kami menjadwalkan memproduksi Suzuki APV sampai 70.000 unit. Sekitar 25.000 unit untuk ekspor, sisanya untuk pasar dalam negeri,” ujar boss PT. Indomobil, Soebroto Laras.

Dengan telah dibukanya pasar bebas AFTA (ASEAN Free Trade Association) industri otomotif tak hanya berkonsentrasi pada kebutuhan domestik, tetapi terbuka pula peluang memenuhi konsumsi pasar di Asia Tenggara dengan 500 juta penduduk. Peluang ini yang menambah daya tarik perusahaan-perusahaan otomotif Jepang untuk menambah investasinya di Indonesia. Dengan AFTA, beban bea masuk impor antar sesama negara ASEAN kurang lebih hanya sekitar 5%. Tingkat perbandingan konsumsi mobil di Indonesia pun masih sangat rendah, sekitar 1 unit mobil untuk 39,8 orang, bandingkan dengan Thailand 1 unit mobil untuk 9,4 orang, sehingga seiring dengan prospek bagus perkembangan ekonomi Indonesia kedepan, pasar potensial terbuka lebar.

Menurut Hiroyuki Nakamura, Director General of Asia Office of Japan Automobile Manufacturers Association (JAMA) dalam wawancara dengan JIEF Magazine di sela-sela seminar GAE 2005, mengatakan, sampai tahun 2004, nilai investasi perusahaan-perusahaan otomotif Jepang di Indonesia sekitar US $ 372,24 juta, dengan perincian sekitar US $ 273,41 million di sektor produksi mobil dan US $ 98,83 juta di bidang industri komponen. Nilai investasi ini masih akan meningkat tahun 2005 ini, meski Nakamura belum bisa memprediksikan berapa jumlah pastinya.

Menurut Juwono Andrianto, Indonesia sebenarnya mempunyai nilai kompetitif yang lebih baik di bidang investai industri otomotif dibanding dengan negara-negara lain di ASEAN. Kecuali pasarnya yang besar dengan 230 juta penduduk, Indonesia juga kaya bahan dasar atau natural resource seperti karet dan logam, juga gaji buruh yang masih rendah dengan rata-rata pendidikan buruh yang sudah tingkat menengah keatas, kondisi sosial politik pun juga kian stabil. Namun, diakui Indonesia masih kekurangan infrastruktur untuk penunjang sarana industri seperti fasiltas jalan dan pelabuhan, pemenuhan kebutuhan energi, kebijakan yang terfokus dan pemberian insentif-insentif. Dibandingkan dengan sejumlah negara lain di ASEAN seperti Thailand yang mempunyai infrastruktur yang lebih memadai, Indonesia harus banyak berbenah diri. Demikian juga dibandingkan dengan Malaysia. Tapi pasar di kedua negara ini amat kecil dibanding dengan pasar domestik Indonesia. Philipine dan Vietnam, meski menawarkan gaji buruh yang rendah, tetapi infrastruktur industri malah lebih buruk dibandingkan Indonesia.
Peluang-peluang seperti inilah yang dilirik oleh investor otomotif Jepang untuk memperluas investasinya di bidang otomotif di Indonesia. ***

In completely the article was publised in Japanese at JIEF Magazine

Wednesday, September 07, 2005

Seri otomotif : Industri Ban Menangguk Untung dari Pesatnya Industri Otomotif

by Wahyuana

Industri ban merupakan salah satu sektor industri yang paling mantap posisinya di Indonesia. Produksinya selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, juga untuk ekspor. Bahkan untuk ban mobil, lebih dari separuh produksi untuk ekspor. Tak heran kalau ban dari Indonesia terkenal di Jepang, Jerman, negara-negara Asia, dan Timur Tengah. Bahkan ban merk Gajah Tunggal mampu menguasai sekitar 2% pasar ban di Jerman, dan 30% pasar di Philipina.

Tahun ini, seiring dengan perkembangan yang optimis di dunia industri otomotif dalam negeri, industri ban pun akan menangguk prospek penjualan yang cukup cerah. Diperkirakan akan tumbuh sekitar 10% untuk pasar ban mobil dan 6% untuk pasar ban sepeda motor. Memang tingkat konsumsi ban di Indonesia, terutama ban mobil, masih rendah dan hanya bergerak stagnan. Tetapi data di tahun 2004 untuk penjualan ban mobil di pasar retail tumbuh sekitar 5% dibanding tahun 2003. Pasar ban retail merupakan indikator utama prospek bisnis ban. Data ini membawa optimisme pasar ban mobil dalam negeri akan bergerak membaik. Apalagi prediksi dari Gaikindo tahun ini pertumbuhan pasar mobil sampai sekitar 600.000 unit setahun. Sehingga permintaan akan ban mobil pasti akan meningkat.

Proyeksi produksi ban mobil di semua kelas di tahun 2005 ini diperkirakan akan mencapai sekitar 40.469.000 unit ban setelah tahun 2004 lalu mencatat angka produksi 35.371.000 unit. Sedangkan di produksi ban sepeda motor diproyeksikan mampu memproduksi 20.695.000 unit, setelah pada tahun 2004 berproduksi sekitar 18.610.000 unit (lihat tabel).

Berbeda dengan ban mobil, produksi ban sepeda motor sebagian besar digunakan untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri. Pasar ekspor untuk jenis ban sepeda motor masih sangat sedikit, hanya sekitar 3% dari produksi, bahkan berkecenderungan kian turun, ekspor tahun 2003 sekitar 568 unit, tahun 2004 turun menjadi 497 unit, dan tahun 2005 ini diproyeksikan ekspor ban sepeda motor akan meningkat lagi menjadi antara 589 unit sampai 800 unit.

Data dari Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI) menunjukkan nilai ekspor ban tahun 2004 yang ditetapkan sekitar US$ 400 juta, ternyata terealisasi US$ 455 juta. Meningkat dari tahun 2003 sebesar US$ 370 juta. “Tahun 2005 ini, kami optimistis nilai penjualan ke luar negeri mencapai US$ 500 juta,” kata Ketua Umum APBI, Aziz Pane, kepada JIEF Magazine, baru – baru ini.

Menurut Aziz Pane masih terbuka peluang mengisi pasar ekspor ban. Permintaan ban dunia diperkirakan tahun ini sekitar 1.300 juta unit dengan tingkat pertumbuhan 3-5% per tahun. Dari jumlah itu, Indonesia baru mensuplay sekitar 1-2% (sekitar 20 juta) dari total kebutuhan. Apalagi ada kecenderungan terjadi pergeseran pasar ban internasional yang sebelumnya dikuasai negara-negara Eropa dan Amerika, sekarang mulai digeser produk-produk dari negara-negara Asia Timur.

Selain potensi pasar kebutuhan ban yang besar. Indonesia juga diuntungkan oleh tersedianya bahan karet alam yang murah dan berlimpah, sehingga membuat industri ban Indonesia lebih kompetitif dibanding negara lain. Kebutuhan karet alam untuk produksi ban tahun ini diperkirakan akan mencapai sekitar 171.905 ton, atau meningkat 12,3% dibanding tahun 2004 sebesar 153.058 ton. “Tetapi sekitar 62% bahan baku selain karet alam masih impor, seperti karet sintetis, carbon black, tire cord, rubber chemical, polyester ban dan bead wire. Semua komoditi itu dipasar dijual dengan harga dollar. Sehingga harga ban sangat dipengaruhi oleh fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dollar,” ujar Aziz Pane.

Sampai saat ini ada delapan pemain utama pasar ban di Indonesia. PT Gajah Tunggal dengan produk merk Gajah Tunggal masih mendominasi pasar. Menguasai sekitar 28% pasar ban mobil, sekitar 59% pasar ban sepeda motor, dan 30% ekspor ban Indonesia (lihat tabel dan grafik). Produk-produk Gajah Tunggal di pasaran diantaranya merk Champiro 40, Champiro HPZ, dan Champiro 50 di jenis ban mobil.

Urutan berikutnya, PT. Bridgestone Tire Indonesia yang memproduksi merk Bridgestone yang menguasai sekitar 40% pasar ban mobil. Di pasaran produk-produk Bridgestone diantaranya B-Series, Dueler, Potenza, Regno, Techno, dan Turanza. Turanza amat populer bagi konsumen ban mobil SUV di Indonesia. Bridgestone yang mulai berdiri di Indonesia tahun 1977, dengan mendirikan pabrik produksinya di Bekasi, hanya memproduksi ban mobil. Bridgestone juga menguasai 23% kebutuhan pasar ekspor.

Pangsa pasar berikutnya dikuasai oleh perusahaan ban tertua di Indonesia, PT. Goodyear Indonesia yang berdiri sejak tahun 1935, dan menguasai sekitar 8% pasar ban mobil. Sama seperti Bridgestone, Goodyear tidak memproduksi ban sepeda motor. Produk-produk dari Good Year diantaranya Eagle F1 GSD, Eagle NCT5, Eagle Ventura, dan Ducari GA. Di pasar ekspor Goodyear menguasai sekitar 16% pasar.

Bagaimana dengan industri ban Jepang di Indonesia ? PT. Sumi Rubber Indonesia yang merupakan anak perusahaan Sumitomo group ternyata tak tinggal diam di bisnis ban. Dengan investasi sekitar US $ 7 miliar, perusahaan patungan dengan beberapa industri ban Amerika ini, hadir di pasar dengan produk bernama Dunlop. Menguasai sekitar 12% pasar ban mobil dan juga 12% pasar ban sepeda motor. Produk-produk merk Dunlop dikenal populer masyarakat karena mencukupi kebutuhan di sektor mobil maupun sepeda motor. Di pasar ekspor ban Dunlop juga menunjukkan taringnya dengan menguasai sekitar 12% peluang pasar.
Perusahaan-perusahaan ban lain diantaranya; PT. Mega Safe Tyre Industry dengan produk ban bermerk Mega, PT. Industri Karet Deli dengan produk merk Swallow, PT. Intirub dengan produk merk Intrub, PT. Ariga Mira Rubber Works dengan produk bermerk Aaron, PT. Suryaraya Rubberindo Industries dengan produk ban merk Federal, PT. Elang Perdana Tyre Industry dengan produk merk Epco, PT. Banteng Pratama dengan merk Mizzle, perusahaan ban dari Korea PT. Hung-A Indonesia dengan produk-produk merk Thunderbird, dan PT. United King-Land dengan produk merk Kingland.

Meskipun prospek bisnis ban di Indonesia terlihat cerah, namun yang mengkhawatirkan adalah serbuan ban bekas selundupan dari China dan India yang dijual dengan harga murah di pasar Indonesia. “Jumlahnya ratusan merk dan mengganggu pasar sampai sekitar 15%. Itulah kenapa pasar penjualan retail (replacement) di Indonesia tidak banyak berkembang. Karena serbuan ban illegal,” ujar Aziz Pane.

Untuk mengatasi penyelundupan ban-ban illegal ini, mulai Maret 2006, industri ban di Indonesia mulai menerapkan SNI (Standard Nasional Indonesia) yang mewajibkan semua perusahaan ban melakukan registrasi produk. SNI ini diterapkan terutama pada produk-produk ban di kelas ban mobil penumpang (SNI 06-0098-2002), ban truk ringan (SNI 06-0100-2002), ban truk dan bus (SNI 06-0099-2002), ban sepeda motor (SNI 06-0101-2002) dan ban dalam kendaraan bermotor (SNI 06-6700-2002). Ijin SNI wajib tercetak langsung pada ban. Dengan penerapan SNI ini diharapkan akan mengurangi maraknya ban selundupan di Indonesia.
Selain itu, APBI mulai bulan ini juga telah mendaftarkan hak kekayaan intelektual (HAKI) dari ratusan tread pattern (tapak ban) ban-ban produk dari industri-industri ban di Indonesia. “Dengan pendaftaran patent ini, tidak akan ada lagi pemalsuan produk dan agar tidak terulang kasus beberapa tahun lalu, ketika tiba-tiba ada orang mengklaim kreasi tread pattern –nya telah dibajak oleh perusahaan ban,” ujar Aziz Pane, yang juga ketua Bidang Standardisasi Kadin Indonesia.***

In completely the article was published in Japanese at JIEF Magazine

Friday, September 02, 2005

Mengenang Nurcholish Madjid

TAQLID DAN IJTIHAD                         
MASALAH KONTINUITAS DAN KREATIVITAS
DALAM MEMAHAMI PESAN AGAMA
oleh Nurcholish Madjid
Jika  masalah  taqlid  dan  ijtihad  harus   ditelusuri   ke
belakang, barangkali yang paling tepat ialah kita menengok
ke zaman 'Umar ibn al-Khathtab, Khalifah ke II. Bagi
orang-orang muslim yang datang kemudian, khususnya kalangan
kaum Sunni, berbagai tindakan 'Umar dipandang sebagai contoh
klasik persoalan taqlid dan ijtihad. Salah satu hal yang
memberi petunjuk kita tentang prinsip dasar 'Umar berkenaan
dengan persoalan pokok ini ialah isi suratnya kepada Abu
Musa al-Asy'ari, gubernur di Basrah, Irak:

"Adapun sesudah itu, sesungguhnya menegakkan hukum (al
qadla) adalah suatu kewajiban yang pasti dan tradisi
(Sunnah) yang harus dipatuhi. Maka pahamilah jika sesuatu
diajukan orang kepadamu. Sebab, tidaklah ada manfaatnya
berbicara mengenai kebenaran jika tidak dapat dilaksanakan.
Bersikaplah ramah antara sesama manusia dalam kepribadianmu,
keadilanmu dan majlismu, sehingga seorang yang berkedudukan
tinggi (syarif) tidak sempat berharap akan keadilanmu.
Memberi bukti adalah wajib atas orang yang menuduh, dan
mengucapkan sumpah wajib bagi orang yang mengingkari
(tuduhan). Sedangkan kompromi (ishlah, berdamai)
diperbolehkan diantara sesama orang Muslim, kecuali kompromi
yang menghalalkan hal yang haram dan mengharamkan hal yang
halal. Dan janganlah engkau merasa terhalang untuk kembali
pada yang benar berkenaan dengan perkara yang telah kau
putuskan kemarin tetapi kemudian engkau memeriksa kembali
jalan pikiranmu lalu engkau mendapat petunjuk kearah jalanmu
yang benar; sebab kebenaran itu tetap abadi, dan kembali
kepada yang benar adalah lebih baik daripada berketerusan
dalam kebatilan. Pahamilah, sekali lagi, pahamilah, apa yang
terlintas dalam dadamu yang tidak termaktub dalam Kitab dan
Sunnah, kemudian temukanlah segi-segi kemiripan dan
kesamaannya, dan selanjutnya buatlah analogi tentang
berbagai perkara itu, lalu berpeganglah pada segi yang
paling mirip dengan yang benar. Untuk orang yang
mendakwahkan kebenaran atau bukti, berilah tenggang waktu
yang harus ia gunakan dengan sebaik-baiknya. Jika ia
berhasil datang membawa bukti itu, engkau harus mengambilnya
untuk dia sesuai dengan haknya. Tetapi jika tidak, maka
anggaplah benar keputusan (yang kau ambil) terhadapnya,
sebab itulah yang lebih menjamin untuk menghindari keraguan,
dan lebih jelas dari ketidakpastian (al-a'ma, kebutaan,
kegelapan) ... Barang siapa telah benar niatnya kemudian
teguh memegang pendiriannya, maka Allah akan melindunginya
berkenaan dengan apa yang terjadi antara dia dan orang
banyak. Dan barang siapa bertingkah laku terhadap sesama
manusia dengan sesuatu yang Allah ketahui tidak berasal dari
dirinya (tidak tulus), maka Allah akan menghinakannya ..."
[1]

Dari kutipan surat yang lebih panjang itu ada beberapa
prinsip pokok yang dapat kita simpulkan berkenaan dengan
masalah taqlid dan ijtihad. Prinsip-prinsip pokok itu ialah:

Pertama, prinsip keotentikan (authenticity). Dalam surat
'Umar itu prinsip keotentikan tercermin dalam penegasannya
bahwa keputusan apapun mengenai suatu perkara harus terlebih
dahulu diusahakan menemukannya dalam Kitab dan Sunnah.

Kedua, prinsip pengembangan. Yaitu, pengembangan asas-asas
ajaran dari Kitab dan Sunnah untuk mencakup hal-hal yang
tidak dengan jelas termaktub dalam sumber-sumber pokok itu.
Metodologi pengembangan ini ialah penalaran melalui analogi.
Pengembangan ini diperlukan, sebab suatu kebenaran akan
membawa manfaat hanya kalau dapat terlaksana, dan syarat
keterlaksanaan itu ialah relevansi dengan keadaan nyata.

Ketiga, prinsip pembatalan suatu keputusan perkara yang
telah terlanjur diambil tetapi kemudian ternyata salah, dan
selanjutnya, pengambilan keputusan itu kepada yang benar.
Ini bisa terjadi karena adanya bahan baru yang datang
kemudian, yang sebelumnya tidak diketahui.

Keempat, prinsip ketegasan dalam mengambil keputusan yang
menyangkut perkara yang kurang jelas sumber pengambilannya
(misalnya, tidak jelas tercantum dalam Kitab dan Sunnah),
namun perkara itu amat penting dan mendesak. Ketegasan dalam
hal ini bagaimanapun lebih baik daripada keraguan dan
ketidakpastian.

Kelima, prinsip ketulusan dan niat baik, yaitu bahwa apapun
yang dilakukan haruslah berdasarkan keikhlasan. Jika hal itu
benar-benar ada, maka sesuatu yang menjadi akibatnya dalam
hubungan dengan sesama manusia (seperti terjadinya
kesalahpahaman), Tuhanlah yang akan memutuskan kelak (dalam
bahasa 'Umar, Allah yang akan "mencukupkannya").

Dari prinsip-prinsip itu, prinsip keotentikan adalah yang
pertama dan utama, disebabkan kedudukannya sebagai sumber
keabsahan. Karena agama adalah sesuatu yang pada dasarnya
hanya menjadi wewenang Tuhan, maka keotentikan suatu
keputusan atau pikiran keagamaan diperoleh hanya jika ia
jelas memiliki dasar referensial dalam sumber-sumber suci,
yaitu Kitab dan Sunnah. Tanpa prinsip ini maka klaim
keabsahan keagamaan akan menjadi mustahil. Justru suatu
pemikiran disebut bernilai keagamaan karena ia merupakan
segi derivatif semangat yang diambil dari sumber-sumber suci
agama itu.

TAQLID

Prinsip keotentikan juga menyangkut masalah konsistensi
ketaatan pada asas. Konsistensi itu, pada urutannya, akan
menjadi batu penguji lebih lanjut tingkat keabsahan suatu
pemikiran. Karena itu dalam pengembangan suatu pemikiran
keagamaan tidak mungkin dihindari kewajiban memperhatikan
hal-hal parametris dalam sistem ajaran sumber-sumber suci,
sebab hal-hal parametris itulah yang menjadi tulang punggung
kerangka ajarannya yang abadi (sesuai untuk segala zaman dan
tempat). Hal-hal parametris itu dalam Kitab Suci disebut
sebagai al-muhkamat (petunjuk-petunjuk dengan makna jelas),
yang juga disebut sebagai prinsip dasar atau induk ajaran
Kitab Suci (umm al-Kitab), kebalikan petunjuk-petunjuk
metaforikal, alegoris dan interpretatif (mutasyabihat). [2]

Karena keontentikan dan konsistensi mengimplikasikan
penerimaan terhadap suatu postulat, premis atau formula
dasar, dengan sendirinya ia juga mengandung makna taqlid
menurut makna asli (generik) kata-kata itu, yakni, sebelum
ia menjadi istilah teknis dengan makna sekunder seperti kini
umum dipahami. Sebab, taqlid dalam arti generik merupakan
unsur sikap menerima kebenaran suatu postulat berdasarkan
pengakuan bahwa sumber atau pembuat postulat mempunyai
wewenang penuh dan tinggi.

Karena salah satu konsekuensi konsep tentang Tuhan ialah
konsep tentang Dia Yang Maha Berwenang, maka menerima dengan
penuh keyakinan terhadap kebenaran ajaran-Nya dengan
sendirinya merupakan implikasi kepercayaan atau iman kepada
Rasul dan ajaran-ajaran yang dibawa-Nya. [3] Iman yang
sempurna dengan sendirinya mengandung semangat sikap pasrah
sepenuhnya.

Segi lain tentang makna penting taqlid ialah yang menyangkut
masalah akumulasi informasi dan pengalaman. Taqlid sebagai
pola penerimaan otoritas pendahulu dalam rentetan
pengembangan ilmu dan pemikiran hampir tidak mungkin
dihindari. Sebab, ekonomi pemikiran tidak mengizinkan
terlalu banyak bersandar pada kemampuan pribadi secara
terpisah dan atomistis, sehingga segala sesuatu akan menjadi
tanggung jawab sendiri, dengan keharusan merintis setiap
pengembangan dari titik nol (from the scratch). Pengetahuan
manusia seperti yang ada sekarang ini yang menandai zaman
modern ("iptek") adalah hasil kumulatif penggalian informasi
dan pengalaman yang melibatkan hampir seluruh ummat manusia
sepanjang sejarah yang telah berjalan ribuan tahun. Deretan
pengalaman dan pengawetan serta pelembagaan dalam
karya-karya intelektual sepanjang masa itu menjadi pohon
tradisi intelektual universal ummat manusia, yang tanpa itu
kekayaan dan kesuburan seperti yang ada sekarang akan
menjadi sama sekali mustahil. Memulai suatu pengembangan
pemikiran dan dalam hal ini juga pengembangan bidang budaya
manusia manapun dari titik nol akan hanya berakhir dengan
kemiskinan (malah pemiskinan - improverishment) hasil usaha
itu sendiri.

Karena itu taqlid dalam makna generik yang positif merupakan
dasar penumbuhan kekayaan intelektual yang integral, yakni
integral dalam arti bahwa suatu bangunan tradisi intelektual
memiliki akar-akar dalam sejarah. Jadi, keotentikan
historis, yang keontentikan itu sendiri diperlukan jika
diinginkan daya kembang dan kreativitas yang maksimal. Maka,
untuk sekedar misal, seorang Albert Camus dalam tradisi
intelektual Eropa (Barat) yang telah tampil dengan filsafat
kontemporernya tentang eksistensialisme absurdity yang
kontroversial itu pun harus dipahami sebagai bagian integral
tradisi intelektual di sana yang akar-akarnya bisa
ditelusuri jauh ke masa lalu, sampai ke masa Yunani kuno.
Albert Camus, dalam jalan pikiran orang-orang Barat, tidak
dapat dipahami tanpa melihat salah satu jalur konsistensi
dan benang merah pemikiran Barat itu sendiri, melintasi
zaman sampai ke masa lalu yang sangat jauh. Sekalipun konsep
absurdity dapat dilihat sebagai Camus, namun sesungguhnya ia
adalah salah satu hasil pertumbuhan kumulatif pemikiran
Barat. [4] Ia memiliki keabsahan sebagai pemikiran Barat
yang integral.

Jadi keintegralan dan keotentikan diperkuat oleh adanya
konstinuitas tradisi yang berkembang. Tetapi segi positff
taqlid ini hanya terwujud jika ia tidak menjadi paham
tersendiri yang tertutup, yang tumbuh menjadi "isme"
terpisah. Sebab, taqlid seperti ini (yang barangkali lebih
tepat disebut "taqlidisme") mengisyaratkan sikap penyucian
masa lampau dan pemutlakan otoritas tokoh sejarah. Memang
benar, masa lampau selalu mengandung otoritas. Tapi, justru
demi pengembangan bidang yang menjadi otoritasnya, masa
lampau beserta tokoh-tokohnya harus senantiasa terbuka untuk
diuji dan diuji kembali. Pengujian itu dilakukan dengan
pertama-tama, menemukan dan menginsafi segi-segi yang
merupakan imperatif ruang dan waktu yang ikut membentuk
suatu sosok pemikiran. Sebab, suatu sosok pemikiran tidak
pernah muncul dan berkembang dari kevakuman. Ia selalu
merupakan hasil interaksi berbagai faktor, dan faktor ruang
dan waktu acap kali dominan.

Kedua, dengan menghadapkan sosok pemikiran itu pada
kenyataan-kenyataan disini sekarang. Penghadapan ini
diperlukan untuk melihat relevansi suatu sosok pemikiran
historis, karena ia akan berguna untuk kita, disini dan
kini. Seperti tubuh manusia yang memiliki mekanisme
penolakan terhadap benda-benda asing yang tidak cocok dengan
dirinya lewat gejala alergi, ruang dan waktu pun, yang
mengejawantah dalam sistem sosial, memiliki mekanisme
penolakan terhadap sesuatu yang tidak sesuai tanpa
membiarkan diri secara pasif menjadi tawanan ruang dan
waktu, kita tidak bisa dihadapkan pada kebutuhankebutuhan
nyata yang didiktekan dan ditentukan oleh lingkungan kita.

HIKMAH AGAMA

Tujuan seorang Rasul diutus kepada umat manusia antara lain
untuk mengajarkan Kitab Suci dan hikmah kepada mereka.
Karena cakupan maknanya yang demikian luas, "hikmah"
diterangkan kedalam berbagai pengertian dan konsep,
diantaranya wisdom atau kewicaksanaan (dari bahasa Jawa,
untuk membedakannya dari kata "kebijaksanaan"), ilmu
pengetahuan, filsafat, malahan "blessing in disguise" (untuk
menekankan segi kerahasiaan hikmah). [6] Mendasari konsep
itu ialah kesadaran bahwa suatu "hikmah" selalu mengandung
kemurahan dan rahmat Ilahi yang maha luas dan mendalam, yang
tidak seluruhnya kita mampu menangkapnya. Maka disebutkan
bahwa siapa dikaruniai hikmah, ia sungguh telah mendapatkan
kebajikan yang berlimpah-ruah. [6]

Jika "hikmah" itu kita hubungkan kembali pada istilah
"muhkam" (kedua kata itu terambil dari akar kata yang sama,
yaitu h-k-m), maka dalam menumbuhkan tradisi intelektual
yang integral dan kreatif berdasarkan kaidah taqlid dan
ijtihad itu memerlukan kemampuan menangkap hikmah pesan
Ilahi seperti yang terlembagakan dalam ajaran-ajaran agama.
Berkenaan dengan ini, dan dikaitkan pada keterangan dalam
Kitab Suci tentang adanya ayat-ayat mahkam dan mutasyabih
tersebut, menarik sekali kita mengangkat penafsiran A. Yusuf
Ali atas makna muhkam itu: [7]

... The Commentators usually understand the verses "of
established meaning" (muhkam) to refer to the categorical
orders of the Shari'at (or the Law), which are plain to
everyone's understanding. But perhaps the meaning is wider:
"the mother of the Book" must include the very foundation on
which all Law rests, the essence of God's Message, as
distinguished from the various illustrative parables,
allegories, and ordinances.

If we refer to xi. 1 and xxxix. 23, [8] we shall find that
in a sense the whole of the Qur'an has both "established
meaning" and allegorical meaning. The division is not
between the verses, but between the meanings to be attached
to them. Each is but a Sign or Symbol: what it represents is
something immediately applicable, and something eternal and
independent of time and space, - the "Forms of Ideas" in
Plato's Philosophy. The wise man will understand that there
is an "essence" and an illustrative clothing given to the
essence, throught the Book. We must try to understand it as
best we can, but not waste our energies in disputing about
matters beyond our depth.[9]

Sesuatu dari ajaran Kitab Suci yang abadi dan tak terikat
oleh waktu dan ruang (eternal and independent of time and
space) dalam pengertian tentang muhkam itu tidak lain ialah
makna, semangat, atau tujuan universal yang harus ditarik
dari suatu materi ajaran agama yang bersifat spesifik, atau
malah mungkin ad-hoc. Kadang-kadang makna dan tujuan
universal dibalik suatu ketentuan spesifik itu sekaligus
diterangkan langsung dalam rangkaian firman itu sendiri.
Tapi, kadang-kadang makna itu harus ditarik melalui proses
konseptualisasi atau ideasi (ideation). Contoh yang pertama
ialah firman Ilahi yang mengurus perceraian Zaid (seorang
bekas budak yang dimerdekakan dan diangkat anak oleh Nabi)
dari istrinya, Zainab (seorang wanita bangsawan Quraisy
dengan status sosial tinggi dan rupawan), dan perceraian itu
kemudian diteruskan dengan dikawinkannya Nabi dengan Zainab
oleh Tuhan. Maka terlaksanalah perkawinan seseorang -dalam
hal ini Nabi menikahi bekas isteri anak angkatnya. Namun
kejadian yang bagi orang-orang tertentu terdengar sebagai
skandal ini justru -katakanlah- dirancang oleh Tuhan untuk
suatu maksud yang mendukung nilai universal yang sejak
semula menjadi klaim ajaran Islam, yaitu nilai sekitar
konsep kealamian (naturalness) yang suci, yakni konsep
fithrah. Dalam hal ini, anak angkat bukanlah anak alami
seperti anak (biologis) sendiri, sehingga juga tidaklah
alami dan tidak pula wajar jika hubungannya dengan ayah
angkatnya dikenakan ketentuan yang sama dengan anak alami,
termasuk dalam urusan nikah. Maka, kejadian ad-hoc yang
menyangkut Zaid, Zainab dan Nabi itu langsung diterangkan
tujuan universalnya, yaitu "agar tidak ada halangan bagi
kaum beriman untuk mengawini (bekas) isteri-isteri anak-anak
angkat mereka." [10] Tujuan ini jelas langsung terkait
dengan segi universal yang lebih menyeluruh, yaitu konsep
atau ajaran fithrah, yang mengimplikasikan bahwa segala
sesuatu dalam tatanan hidup manusia ini hendaknya diatur
dengan ketentuan yang sealami mungkin sesuai dengan hukum
alam (Qadar) [11] dan hukum sejarah (Sunnat-u 'l-Lah) yang
pasti dan tak berubah-ubah. [12] Pandangan bahwa segala
sesuatu harus sealami mungkin adalah benar-benar sentral
namun menuntut pemahaman mendalam yang disebut sebagai agama
ftthrah yang hanif.

Itulah hikmah pesan agama dalam arti yang seluas-luasnya dan
secara global. Dalam arti yang lebih terinci, konsep hikmah
agama dinyatakan dalam berbagai ungkapan, seperti telah
menjadi tema dan judul sebuah buku yang cukup terkenal,
Hikmat al-Tasyri' wa Falsafatuhu. [13] Hikmah pesan agama
ini juga dikenal dengan istilah lain sebagai maqashid
al-syari'ah (maksud dan tujuan syari'ah). Berkaitan dengan
ini berbagai konsep yang telah mapan dalam pembahasan agama
Islam, khususnya pembahasan bidang hukum (syari'ah -par
excellence), seperti konsep sekitar 'illat al-hukm (Latin:
ratio legis), yang juga sering disebut dengan manath al-hukm
(sumbu perputaran hukum). Konsep-konsep ini dibuat berkenaan
dengan perlunya menemukan suatu rationale yang mendasari
penetapan suatu hukum. Contoh nyata penerapan konsep ini
ialah yang dikenakan pada hukum khamr. Bahwa rationale
diharamkannya minuman keras (alkoholik, seperti khamar)
ialah sifatnya yang memabukkan. Kemudian sifat memabukkan
itu sendiri dihukumnya sebagai tidak baik, karena ia
mengakibatkan suatu jenis kerusakan, yaitu kerusakan mental.
Dan selanjutnya, kerusakan mental itu -betapa pun jelas
negatif- masih bisa dilihat rationalenya sehingga ia
negatif, yaitu bahwa ia berarti hilangnya akal sehat yang
menjadi bagian dari fithrah manusia. Padahal memelihara
fithrah itulah, justru merupakan salah satu ajaran sentral
agama Islam. [14]

IJTIHAD

Uraian di atas dibuat dengan tujuan memberi gambaran bahwa
masalah taqlid dan ijtihad, lebih dari pada yang dipahami
umum, menyangkut hal-hal yang cukup rumit, mendalam, dan
meluas serta kompleks. Karena itu di kalangan ulama klasik
ada pendapat hampir merata bahwa ijtihad adalah suatu tugas
yang penuh gengsi, tapi justru karena itu menuntut
persyaratan banyak dan berat. Maka ijtihad bisa dilakukan
hanya oleh orang-orang tertentu yang benar-benar telah
memenuhi syarat itu. Syarat-syarat itu sekarang boleh
kedengaran kuno, namun ia dibuat dengan tujuan menjamin
adanya kewenangan dan tanggung jawab.

Hanya saja, pelukisan tentang kegiatan ijtihad sebagai
sesuatu yang amat eksklusif telah melahirkan persepsi salah.
Dalam sejarah masyarakat Muslim sempat tumbuh pandangan yang
hampir menabukan ijtihad. Sikap penabuan dengan sendirinya
tidak dapat dibenarkan meskipun sesungguhnya ia muncul dari
obsesi para ulama pada ketertiban dan ketenangan atau
keamanan, yaitu tema-tema teori politik Sunni, khususnya di
masa-masa penuh kekacauan menjelang keruntuhan Baghdad.
Tapi, dalam perkembangan selanjutnya penabuan itu juga dapat
dilihat sebagai kelanjutan masa kegelapan (obskurantisme)
dalam pemikiran Islam.

Kini, ijtihad itu diajukan orang sebagai salah satu tema
pokok usaha reformasi atau penyegaran kembali pemahaman
terhadap agama. Melalui tokoh-tokoh pembaharu seperti
Muhammad Abduh dan Sayid Ahmad Khan, ijtihad dikemukakan
kembali sebagai metode terpenting menghilangkan situasi
anomalous dunia Islam yang kalah dan dijajah oleh dunia
Kristen Barat. (Disebut anomalous, karena selama paling
kurang tujuh atau delapan abad, orang-orang muslim terbiasa
berpikir bahwa dunia ini milik mereka, dan hak mengatur
dunia hanya ada pada mereka, sebagai salah satu akibat
penguasaan mereka atas daerah-daerah sentral peradaban
manusia, terutama daerah Nil sampai Ozus, jantung kawan
(Oikoumene).

Para pembaharu mendapati bahwa praktek taqlid yang umum
menguasai orang-orang muslim, baik awam maupun ulama, telah
berkembang menjadi suatu sikap mental, jika bukan malah
pandangan teologis, yang meliputi penolakan secara sadar
terhadap segala sesuatu yang baru, khususnya jika berbentuk
unsur dari budaya asing. [15] Ini dengan mudah dilihat
gejala xenophobia. Xenophobia itu sendiri merupakan gejala,
paling untung chauvinisme, paling celaka kecemasan dan
rendah diri. Gejala ini pula yang hari-hari ini dilihat
al-Makki, seorang pemikir Makkah dari madzhab Maliki. Ia
melukiskan semangat kosmopolit zaman klasik Islam, khususnya
zaman 'Umar. Sebab, sepanjang penuturannya, 'Umar adalah
seorang yang "berpikiran luas, yang tidak segan-segan
mengambil apa saja yang baik dari umat-umat lain, meskipun
umat itu kafir. [16] Bahkan 'Umar "tidak memandang semua
perkara bersifat ta'abbudi (bernilai 'ubudiyyah,
devotional), dan tidak memandang baik terhadap sikap jumud
dalam hukum, tetapi mengikuti berbagai pertimbangan
kemaslahatan dan melihat makna-makna yang merupakan poros
penetapan hukum (manath al-tasyri') yang diridlai Allah
s.w.t." [17] Pandangan 'Umar ini sejalan dengan, dan
merupakan konsekwensi dari, penegasannya bahwa "tidaklah ada
gunanya berbicara tentang kebenaran namun tidak dapat
dilaksanakan." [18]

Agaknya jalan pikiran 'Umar dari zaman klasik (salaf) Islam
itu muncul lagi pada orang-orang tertentu dari kalangan para
pemikir Islam zaman modern, khususnya Muhammad Abduh. Tokoh
pembaharu modern paling berpengaruh ini "memahami ijtihad
dalam pengertiannya yang luas sebagai penelitian bebas,
menurut kerangka aturan yang telah mapan tentang pengambilan
hukum dan norma-norma moral Islam, dan tentang apa yang
paling baik disini dan sekarang." [19]

Berkenaan dengan itu, sungguh menarik pemaparan pemikiran
al-Makki bahwa melakukan ijtihad, dari kalangan generasi
awal Islam, tidak hanya para Sahabat seperti 'Umar dll.,
malah juga Rasulullah sendiri! Menurut al-Makki, selain
selaku Utusan Tuhan yang menerima wahyu parametris, Nabi
juga sering melakukan ijtihad dengan menggunakan metode
analogi atau qiyas. Al-Makki mengatakan bahwa dalam
berijtihad Nabi selalu benar, atau kalaupun salah beliau
akan segera mendapat teguran Ilahi melalui wahyu yang suci
sehingga kesalahan itu tidak melembaga dan menjadi satu
dengan pola hidup orang banyak. [20] (Dalam hal ini al-Makki
mirip dengan Ibn Taymiyyah yang berpendapat bahwa Nabi
bersifat ma'shum hanya dalam tugas menyampaikan (al-balagh)
wahyu. Jika diluar itu Nabi bisa salah, meskipun amat
jarang, dan selalu langsung dikoreksi Tuhan). [21]

NILAI SEBUAH IJTIHAD

Dari uraian di atas, kiranya jelas bahwa taqlid dan ijtihad
sama-sama diperlukan dalam masyarakat manapun. Sebab, dengan
mekanisme penerimaan dan penganutan suatu otoritas (taqlid)
kekayaan pengalaman kultural manusia, khususnya pemikiran,
menjadi kumulatif, dan ijtihad diperlukan justru untuk
mengembangkan dan lebih memperkaya pengalaman itu.

Tapi, sebagai sama-sama kegiatan manusiawi yang serba
terbatas, maka taqlid ataupun ijtihad selalu mengandung
persoalan, sehingga harus senantiasa dibiarkan membuka diri
bagi tinjauan dan pengujian. Jadi tidak dibenarkan adanya
absolutisme di sini. Sebab, setiap bentuk absolutisme akan
membuat suatu sistem pemikiran menjadi tertutup, dan
ketertutupan itu akan menjadi sumber absolutnya. Sesuatu
dari kreasi manusiawi yang diabsolutkan akan secepat itu
pula akan terobsolutkan. Inilah barangkali letak kebenaran
ucapan Karl Mannheim bahwa setiap ideologi (yakni, pemikiran
yang dihayati secara ideologis-absolutistik) cenderung untuk
selalu bakal ditinggalkan zaman.

Maka problema yang dihadapkan kepada setiap orang ialah
bagaimana ia teguh tanpa menjadi kemutlakan-kemutlakan, dan
sekaligus berkembang dan kreatif tanpa kehilangan
keotentikan dan keabsahan -suatu penitian jalan yang sulit,
namun tidak mustahil. Seluruh ide tentang mendekati
(taqarrub) kepada Tuhan mengisyaratkan perlunya manusia
berjalan tanpa jemu-jemunya meniti jalan lurus yang sulit
itu, sampai ia akhirnya bertemu (liqa, namun tanpa menjadi
satu) dengan Kebenaran, dengan izin dan ridla dari Sang
Kebenaran itu sendiri.

Jalan menuju kesana ternyata banyak. Bahkan, dari sudut
pandangan esoterisnya, jalan itu sebanyak jumlah mereka yang
mencarinya dengan sungguh-sungguh. Sebab, pasti memang hanya
usaha yang penuh kesungguhan saja, yaitu ijtihad dan
mujahadah, yang menjadi alasan bagi Sang Kebenaran untuk
menuntun seseorang ke berbagai jalan menuju kepada-Nya. [22]
Dan karena banyaknya jalan menuju Kebenaran itu, maka
seperti ditegaskan Ibn Taymiyyah, Hadlrat al-Syaikh K.H.
Muhammad Hasyim Asy'ari dan al-Sayyid Muhammad Ibn Alawi ibn
"Abbas al-Maliki al-Hasani al-Makki, para Sahabat Nabi
dahulu, begitu pula para Imam madzhab sendiri, selalu
toleran satu sama lain, dan saling menghargai pendapat yang
ada di kalangan mereka. [23]

Akhirnya, sebagaimana tercermin dalam sabda Nabi yang amat
terkenal, yang menegaskan bahwa siapa yang berijtihad dan
benar, ia akan mendapat dua pahala, dan siapa yang
berijtihad dan salah, ia masih mendapat satu pahala. Ini
merupakan hal yang amat penting dalam perkembangan dan
pertumbuhan. Sebab perkembangan dan pertumbuhan adalah tanda
vitalitas, sedangkan kemandekan berarti kematian. Seperti
dikatakan 'Umar dalam suratnya di atas, niat baik dan
ketulusan hati adalah sumber perlindungan Ilahi dalam usaha
kita mengembangkan masyarakat. [24] Dengan berbekal
ketulusan, kita terus bergerak maju secara dinamis. Dinamika
penting tidak saja karena merupakan unsur vitalitas, tapi ia
juga benar, karena merupakan Sunnat Allah untuk seluruh
ciptaannya, termasuk sejarah manusia. Hanya Dzat Allah yang
kekal abadi, sedangkan seluruh wujud ini berjalan dan terus
berubah. Karena itu tujuan hidup yang benar hanyalah Allah,
sebab Dia-lah Kebenaran Yang Pertama dan yang Akhir. [26]
Dalam dinamika itu tidak perlu takut salah, karena takut
salah itu sendiri adanya kesalahan yang paling fatal.

CATATAN

1. Al-Sayyid Muhammad ibn Alawi ibn Abbas al-Maliki
al-Hasani al-Makki, Syarifat Allah al-Khalidah: Dirasat fi
Tarikh Tasyri al-Ahkam wa Madzahib al-Fuqaha al-A'lam
(Jeddah: Dar al-Syuruq, 1407 H/1986 M), h. 120-121.

2. QS. 'Ali 'Imran 3:7, "Dia (Tuhan)-lah yang menurunkan
kepadamu (Muhammad) Kitab Suci. Diantara isinya ayat-ayat
muhkamat (jamak dari muhkam) yang merupakan induk (ajaran)
Kitab Suci itu, dan lainnya berupa ayat-ayat mutasyabihat
(jamak dari mutasyabih). Adapun mereka yang dalam hatinya
terdapat kecenderungan kurang baik (serong), maka akan
(hanya) mencari yang mutasyabih saja dari Kitab Suci itu
dengan tujuan menciptakan perpecahan dan mencari-cari
maknanya yang tersembunyi (membuat-buat interpretasi).
Padahal tidak ada yang mengetahui maknanya yang tersembunyi
itu kecuali Allah. Sedangkan orang-orang yang mendalam
pengetahuannya akan berkata, "kami beriman dengan ayat-ayat
itu, sebab semuanya dari Tuhan kami. Dan memang tidaklah
menangkap pesan ini kecuali mereka yang berpengertian."

3. Ini bisa dipahami dari firman, QS. al-Nisa 4:65, "Tidak,
demi Tuhanmu, mereka tidaklah beriman sehingga mereka
mengangkatmu sebagai hakim berkenaan dengan hal-hal yang
diperselisihkan di antara mereka, kemudian mereka tidak
mendapati dalam diri mereka keberatan terhadap apa yang
telah kau putuskan, dan mereka pasrah sepasrah-pasrahnya."

4. Berkenaan dengan "pohon" tradisi intelektual Barat
cabang filsafat eksistensialisme ini, para penganjurnya
mengklaim sebagai berakar pada masa lampau yang jauh,
melintasi zaman, sejak zaman Nabi 'Isa a.s. (khutbahnya di
atas bukit Moria (Zion) -yang kini berdiri Masjid 'Umar atau
Qubbat al-Shakhrah dan Masjid al-Aqsha itu) sebagaimana
dituturkan dalam Injil Matius 5 dari Perjanjian Baru,
kemudian Job, Eclesiastes, Amos, Micah, dan Zabur dalam
Perjanjian Lama, sampai kepada Heracleitus dari Ephesus di
zaman Yunani kuno. (lihat Maurice Friedman, ed. The Word of
Existentialism: A Critical Reader (Chicago: The University
of Chicago Press, 1964), hal 1728.

5. Dalam literatur klasik Arab, "hikmah" memang sering
diartikan sebagai wisdom, yaitu sama dengan "filsafat" yang
memang menyiratkan wisdom, sehingga para filsuf
(al-falasifah) juga disebut al-hukama ("orang-orang
bijaksana"). Ini dengan jelas tercermin, misalnya, dari
risalah Ibn Rusyd, Fash al-Maqal wa Taqrir ma bain al-Hikmah
wa al-Syari'ah min al-Ittishat (Kata Putus dan Kejelasan
tentang Hubungan antara Filsafat dan Agama).

6. QS. al-Baqarah 2: 269, "Dia (Tuhan) memberi hikmah
kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa
diberi hikmah, maka sungguh ia telah diberi kebaikan yang
banyak."

7. Ayat-ayat muhkam itu disebut sebagai "mother of the
Book," Induk Kitab Suci" (Umm al-Kitab). Lihat catatan 2 di
atas.

8. Yaitu QS. Hud 11:1, "Alif Lam Ra, (Inilah) Kitab yang
ayat-ayatnya dibuat jelas maknanya (digunakan kata kerja
pasif "uhkimat" yang sama artinya dengan kata sifat atau
participte pasif "muhkam"), kemudian dirinci, dari sisi Yang
Maha Bijaksana dan Maha Teliti," dan QS. Al-Zumar 39:23,
"Allah telah menurunkan sebaik-baik Firman dalam bentuk
sebuah Kitab yang mutasyabih (serasi, yakni serasi antara
berbagai ajarannya, konsisten) namun matsani
(berulang-ulang, yakni dalam mengungkapkan ajaran-ajaran
itu) ..." A Yusuf Ali mengartikan perkataan mutasyabih di
sini berbeda dengan yang ada pada 3:7 di atas. Sebab,
mutasyabih di sini dikontraskan terhadap matsani, sedangkan
di 3:7 dengan muhkam. Namun, ide pokoknya atau "Form of
Ideas"-nya sama, yaitu bahwa ajaran al-Qur'an membentuk
suatu kesatuan yang utuh, yang manusia sedapat mungkin
berusaha keras menangkapnya, tanpa dogmatik dan tertutup.
(Lihat A.Yusuf Ali, The Holy Qur'an (Jeddah: Dar al-Qiblah
for Islamic Literature, tt), hal. 514, catatan 1493 dan hal.

9. A.Y. Ali, hal. 123, catatan 347. (Patut diketahui bahwa
terjemahan al-Qur'an dan tafsir ke dalam Bahasa Inggris oleh
A. Yusuf Ali ini dianggap paling standar dan populer dalam
dunia Islam internasional. Penyebarannya di seluruh dunia
banyak dibiayai oleh Pemerintah Saudi Arabia sejak 1384
H/1965 M dengan sponsor Rabithah Alam Islami yang diketuai
Syeik Mohammed Sour as-Sabhan sampai saat ini dengan
berbagai cetakan dan edisi, yang kemudian juga mendapat
restu dan persetujuan Ri'asat Idarat al-Buhuts al-Ilmiyyah
wa 'l-Ifta wa 'l-Da'wah wa 'I-Irsyad di Riyadh sebagai badan
tertinggi urusan keagamaan Saudi Arabia. Salah satu edisinya
dimaksudkan untuk hotel-hotel internasional, meniru
penempatan Kitab Suci Kristen yang telah lama ada).

10. Ini adalah "contoh klasik" metode pendekatan al-Qur'an
terhadap masalah sosial kemanusiaan yang pelik dan peka.
Orang-orang Arab, tidak terkecuali Nabi sendiri, telah lama
mempraktekan pengangkatan anak atau apa yang disebut
tabanni, dengan hak hak pada anak angkat itu yang sama
dengan anak biologis (alami), termasuk yang menyangkut
masalah kawin dan waris. Zaid yang bekas budak (hitam) itu
memang seorang pemuda yang saleh dan cerdas, yang setelah
dimerdekakan diangkat Nabi sebagai anak angkat, dan sejak
itu bernama lengkap Zaid ibn Muhammad. Tetapi dengan adanya
pembatalan sistem anak angkat yang disamakan dengan anak
kandung dan sejak itu bernama lengkap seperti semestinya,
yaitu Zaid ibn Haritsah. Firman yang dimaksud berkenaan
dengan masalah ini ialah QS. Al-Ahzab 33:37-40, "Ingatlah
ketika engkau berkata kepada seseorang (Zaid) yang telah
mendapatkan nikmat dari Allah dan mendapat nikmat (kasih
sayang) darimu sendiri, "Pertahankanlah untukmu isterimu
(Zainab) itu, dan bertaqwalah kepada Allah. Tetapi engkau
menyimpan sesuatu dalam dirimu yang Allah hendak membukanya
keluar, dan engkau takut kepada manusia, padahal Allah-lah
yang lebih berhak kau takuti. Maka setelah Zaid melaksanakan
pembatalan (perkawinannya) dengan dia (Zainab) secara pasti
(resmi), Kami (Tuhan) kawinkan engkau (Muhammad) kepadanya
(Zainab), agar tidak ada halangan bagi orang-orang beriman
untuk mengawini isteri-isteri anak-anak angkat mereka jika
memang mereka (anak-anak angkat) telah membatalkan
(perkawinan) dari mereka (isteri-isteri mereka). Dan
perintah Allah haruslah dilaksanakan. Tidak boleh ada
kesulitan pada Nabi berkenaan dengan apa yang telah
ditetapkan oleh Allah. Itulan Sunnat Allah kepada mereka
yang telah lewat sebelumnya, dan perintah Allah adalah
kepastian yang sepasti-pastinya, yaitu (Sunnat Allah) kepada
mereka yang menyampaikan pesan-pesan Allah, dan mereka takut
kepada-Nya, dan cukuplah Allah sebagai yang membuat
perhitungan Muhammad bukanlah ayah seseorang dari kaum
lelaki diantara kamu, melainkan Rasul Allah dan Penutup
Nabi. Allah Maha Mengetahui atas segala sesuatu."

11. QS. Al-Qamar 54:49, "Sesungguhnya Kami (Tuhan) telah
menciptakan segala sesuatu dengan (hukum) kepastian
(Qadar)." Dan QS. Al-Furqan 25:2 "Dan Dia (Tuhan)
menciptakan segala sesuatu kemudian ditetapkan kepastiannya
sepasti-pastinya." Kedua ayat itu, dan masih banyak lagi
ayat-ayat yang lain, menegaskan tentang adanya hukum
kepastian dari Allah (Qadar) yang menguasai dan mengatur
alam raya ciptaan-Nya ini.

12. QS. Fathir 36:43, "... Dan mengapa mereka tidak
memperhatikan Sunnah yang terjadi pada orang-orang yang
telah lalu? Engkau tidak akan mendapatkan peralihan dalam
Sunnat Allah dan engkau tidak akan menemukan perubahan dalam
Sunnat Allah." Firman ini, dan masih banyak lagi yang lain,
menjelaskan tentang adanya Sunnat Allah, yakni hukum-hukum
kepastian dari Allah yang menguasai dan mengatur kehidupan
manusia dalam sejarah. Kita diwajibkan memeriksa dan
meneliti kemudian menarik pelajaran daripadanya.

13. Yaitu judul sebuah kitab yang cukup terkenal, oleh Ali
Ahmad al-Jurjawi yang mencoba melihat hikmah setiap bentuk
ibadat serta ajaran dan praktek keagamaan yang lain.
(Beirut: Dar al-Fikr, tt). Pendekatannya kurang meyakinkan
dan berbau apologetik, tetapi cukup mewakili suatu contoh
pencarian makna umum ibadat, ajaran dan praktek keagamaan
itu secara rinci. Namun isinya masih jauh dari klaim judul
buku itu sendiri, yaitu filsafat at-tasyri' (filsafat
penetapan hukum syari'at atau agama).

14. Lihat pembahasan panjang lebar tentang masalah ini dalam
al-Jurjawi (op. cit.) hal. 269-281, yang meliputi pula
pembicaraan sekitar pengaruh alkohol kepada peminumnya, pada
peredaran darahnya, bisnis asuransi jiwa, jumlah kematian
karena alkoholisme, pengaruhnya terhadap kesehatan, alkohol
dan pengaruh buruknya terhadap negeri-negeri panas, serta
korelasi antara alkohol dan kejahatan.

15. Marshall G.S. Hodgson, The Venture of Islam, 3 jilid
(Chicago: The University of Chicago Press, 1974), jil. 3,
hal. 274.

16. Al-Makki op.cit., hal. 116. Yang dimaksudkan al-Makki
sebagai sesuatu yang diambil 'Umar dari orang-orang kafir
ialah idenya membuat Bayt al-Mal dan kalender (Hijrah). Ide
itu ditirunya dari orang-orang Persia, yang pada waktu itu,
tentu saja, masih belum muslim.

17. Ibid,hal. 121.

18. Lihat catatan 1 di atas.

19. Hodgson op. cit., hal. 274-275.

20. Al-Makki, op. Cit., hal. 48. Dari beberapa contoh yang
dituturkan al-Makki, salah satunya ialah ijtihad Nabi di
waktu menyiapkan Perang Badar. Nabi berijitihad untuk tidak
usah menguasai sumber air yang vital, supaya musuh pun dapat
pula memanfaatkannya, maka datanglah al-Khabbab ibn
al-Mundzir bertanya, "Ini dari wahyu atau dari pendapat
(ijtihad)?" Nabi menjawab, "Pendapat." Yaitu, karena Beliau
melakukan analogi bahwa menghalangi mereka (musuh) dari
memperoleh air yang vital itu sama dengan menghalangi
binatang dari air, sedangkan menyiksa binatang seperti itu
tidaklah diperbolehkan. Padahal Nabi s.a.w. mempunyai naluri
amat kuat untuk bersikap kasih kepada sesama hidup. Kemudian
al-Khabab membalas, "Pendapat yang benar ialah kita harus
menghalangi mereka (musuh) itu dari air yang vital ini,
karena menghalangi mereka dari air termasuk taktik perang
dan menjadi sebab kemenangan. Musuh dalam perang bukanlah
orang yang harus dihormati sehingga tidak diperbolehkan
dihalangi dari air." Inipun, kata al-Makki, termasuk
pendekatan analogis, salah satu metode ijtihad yang amat
penting.

Sedangkan yang disebut-sebut ijtihad Nabi yang kemudian
mendatangkan teguran Ilahi ialah yang terabadikan dalam QS.
Al-Tahrim 66:1, "Wahai Nabi, mengapa engkau mengharamkan
sesuatu yang dihalalkan Allah hanya untuk memperoleh
kerelaan (kesenangan hati) isteri-isterimu?!" Para penafsir
klasik menuturkan tentang suatu kejadian bahwa Nabi suatu
hari tinggal di rumah Mariyah, isteri Beliau yang berasal
dari Mesir, karena murka kepada Aisyah atau Hafshah. Hal itu
kemudian diketahui oleh Hafshah, lalu Hafshah pun marah
kepada Nabi, sehingga, demi menyenangkan hati Hafshah (anak
'Umar ibn al-Khattab) Nabi berjanji dan mengharamkan
berkumpul dengan Mariyah atas diri Beliau, padahal Mariyah
adalah isteri Beliau yang sah. Jadi, menurut hukum Allah
adalah halal. Juga, ada versi lain berkenaan dengan kejadian
yang terabaikan dalam firman ini. Versi manapun yang benar,
semuanya menunjukkan suatu yang dimaksudkan oleh al-Makki
sebagai contoh ijtihad Nabi. (Lihat, Nashir al-Din Abi Said
'Abdullah ibn 'Umar ibn Muhammad al-Syirazi al-Baydlawi.
Anwar al Tanzil wa Asrar al-Ta'wil al-ma'ruf bi tafsir
al-Baydlawi, 5 jilid (Beirut: Muassasat Sya'ban, tt.) jil.
5. hal. 137).

21. Pembahasan tentang ishamat atau ketidak-biasaan
(infallibility) Nabi oleh Ibn Taymiyyah ini dapat kita
jumpai dalam karya besarnya Minhaj al -Sunnat al-Nabawiyyah
fi Naqdl Kalam al-Syi'ah wa al-Qadariyvah, 4 jilid (Beirut:
Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, tt)., jil. 1, hal. 130. Perlu
diketahui, karya ini ditulis sebagai polemihya dengan
golongan Syi'ah, sebagaimana tereermin dari judulnya.

22. QS. al-Ankabut 29:69, "Dan barangsiapa berusaha
sungguh-sungguh (mujahadah) di jalan Kami, maka pastilah
akan Kami tunjukkan kepada mereka berbagai jalan (subul)
Kami."

23. Lihat, Ibn Taymiyyah, Ikhtilaf al-Ummah fi al-Ibadat,
K.H. Muh. Hasyim Asy'ari, al-Tanbihat, dan al-Makki, op.
cit., hal. 244 dan passim.

24. Lihat catatan no. 1 di atas dan keterangan yang
bersangkutan awal-awal tulisan ini.

25. QS. Al-Qashash 28:88, "Janganlah menyeru bersama Allah
(Tuhan Yang Maha Esa) suatu Tuhan yang lain. Tiada suatu
Tuhan melainkan Dia. Segala sesutu binasa kecuali Wajah-Nya.
Baginyalah ketentuan hukum, dan kepadanyalah kamu semua akan
dikembalikan." A. Yusuf Ali memberi komentar yang menarik
tentang ayat terakhir Surah 28 ini:

"Ini meringkaskan pelajaran seluruh Surah. Kenyataan
satu-satunya ialah Tuhan. "Wajah"-Nya atau Diri, Pribadi,
atau Wujud-Nya itulah yang harus kita cari, karena menyadari
bahwa Dia-lah satu-satunya hal yang abadi, yang tentang hal
itu kita bisa mempunyai berbagai pengertian. Seluruh jagad
lahir dan tunduk kepada hukum peralihan dan perubahan fana
akan sirna, namun Dia akan tetap abadi. Jika berpikir
tentang Tuhan yang impersonal, suatu kekuatan kebaikan yang
abstrak, kita tidak dapat menggabungkannya dengan Pribadi
atau Wujud yang vital, yang tentang Dia itu kita hanya mampu
menangkap gaung samar-samar atau cerminan dalam momen yang
paling intens dalam luapan spiritual. Jadi kita tahu bahwa
apa yang kita sebut diri kita sendiri tidaklah punya makna,
sebab hanya ada satu Diri yang benar, dan itu adalah Tuhan.
Inilah juga doktrin Advaita dan Shri Shankara dalam
jabarannya terhadap Brihadaranyaka Upanishad dalam filsafat
Hindu.

Lihat juga QS. Al-Hadid 57:3, "Dia (Tuhan)-lah Yang Pertama
dan yang Akhir, Yang Lahir dan Yang Batin, dan Dia Maha
mengetahui atas segala sesuatu." 1243, catatan 4276).