Karnaval di Desa Cigugur Girang, Parongpong, Bandung Barat |
Yang sekaligus menandai era baru Indonesia Damai, karena setelah itu tidak ada lagi wilayah konflik bersenjata, atau wilayah yang berstatus darurat sipil maupun darurat militer.
Sejumlah masalah keamanan memang masih ada di sejumlah
daerah di Indonesia saat ini, seperti di Poso dan Papua, namun semuanya dalam
status tertib sipil, dimana polisi yang mengambil peran utama dalam menjaga dan
mengatasi masalah gangguan keamanan di wilayah-wilayah tersebut.
Capaian Indonesia damai ini adalah suatu perkembangan baru
dan penting dalam sejarah Indonesia, yang dulu-dulu tidak banyak diwacanakan
akan bisa terjadi situasi negeri se-ideal sekarang. Karena selama 60 tahun, 1945 – 2005, adanya area konflik dan
peperangan di dalam negeri sendiri (konflik antar anak bangsa) seperti tak
pernah absen. Selama 60 tahun itu, sudah menjadi sebuah kelaziman adanya
wilayah konflik di Indonesia. Berita-berita serangan senjata dan kekerasan mematikan,
nyaris menghiasi media pemberitaan setiap pekan. Sampai membentuk anggapan
umum, adanya wilayah konflik di dalam negeri adalah sebuah hal yang biasa saja.
Seperti juga terjadi di negara-negara lain.
Beberapa peristiwa
konflik di Indonesia antara 1945 - 2005
1. Perang
Kemerdekaan
2. Pemberontakan
PKI Madiun
3. Pemberontakan
DI/TII
4. Pemberontakan
PRRI
5. Pemberontakan
Permesta
6. Pemberontakan
RMS
7. Aksi
Dwikora
8. Pembebasan
Papua Barat
9. Invasi
Timor Timur
10. Gerakan
Aceh Merdeka
11. Peristiwa
65
12. Operasi
Militer Orde Baru
13. Konflik
Maluku
14. Konflik
Poso
Dari daftar konflik
diatas, terlihat tidak semuanya berupa konflik vertikal antara sekelompok pemberontak
melawan negara, tetapi juga ada sejumlah konflik horisontal dan konflik sosial.
Yang menarik adalah pola penanganan konflik yang dimasa lalu, -dari 1949 hingga
konflik-konflik era Orde Baru- biasanya ditangani dengan cara peperangan militer.
Namun, sejak era reformasi 1998, konflik-konflik yang terjadi, diselesaikan
dengan cara mencari solusi damai (resolusi konflik). Seperti adanya Perjanjian
Malino I untuk mengatasi konflik sosial di Poso, Perjanjian Malino II untuk
mengatasi konflik di Maluku, dan Perjanjian Helsinki untuk menyelesaikan
konflik Aceh. Pendekatakan baru ini menunjukkan semakin dewasanya wacana politik
dan resolusi konflik di Indonesia, sejalan dengan perkembangan iklim politik Indonesia
yang semakin demokratis dan menghargai Hak Asasi Manusia.
Lantas, apa
yang istimewa dari momentum peringatan Agustusan 2017 ini ? Selain bertepatan
dengan peringatan Hari Ulang Tahun ke-72 tahun Indonesia Merdeka, Agustusan
tahun ini juga bertepatan dengan 12 tahun Indonesia damai. Jika dibandingkan
dengan upaya damai dan resolusi konflik di banyak negara lain di dunia, yang seringkali
bersifat fragile dan berlarut-larut hingga memakan waktu lama. Perdamaian di
Indonesia sangat berhasil dan berjalan semakin mantap. Ini menunjukkan bahwa
semangat cinta tanah air dan rasa bangga sebagai bagian dari warga negara
Indonesia masih cukup kuat. Meski sempat terjadi berbagai konflik
berkepanjangan, negara bisa menyelesaikan dan menyatukan kembali seluruh elemen
warga dalam satu bendera merah putih.
Upaya-upaya
penyelesaian konflik secara damai itu banyak terjadi di era kekuasaan Presiden
Bambang Yudhoyono. Ketika masa pemerintahan Presiden Yudhoyono selama 2 periode itu berakhir pada 2014, sempat muncul kekhawatiran
upaya-upaya damai yang telah dirintisnya akan terabaikan kembali. Seperti
contoh pengalaman yang banyak terjadi di negara-negara lain; beda pemimpin
politik, kadang akan berbeda agenda politiknya. Namun, kekhawatiran itu
ternyata tidak terbukti. Bahkan di era Presiden Joko Widodo yang telah
berlangsung selama 3 tahun ini, agenda perdamaian Indonesia semakin kuat. Blusukan Presiden Jokowi ke daerah-daerah
menunjukkan komitmen beliau terhadap kebijakan pendahulunya dalam mengupayakan
perdamaian Indonesia.
Dalam
masyarakat abad 21, konflik, apapun alasannya, -karena latar belakang politik,
budaya, atau perebutan sumberdaya ekonomi- sesungguhnnya adalah tindakan yang
sia-sia dan absurd belaka. Kehidupan manusia yang terkungkungi teknologi yang
serba transparan, sesungguhnya adalah tidak ada lagi hal-hal yang bersifat
rahasia, yang bisa menstimulasi munculnya konflik kekerasan. Dengan keterbukaan
informasi dari setiap orang, kelompok, maupun negara, semua hal seharusnya bisa
dikomunikasikan dan dicari cara-cara solusi damai tanpa harus berkonflik yang
saling merugikan. Yang diperlukan hanya kesadaran dari semua pihak untuk saling
merawat dan menjaga perdamaian.
Perdamaian dan Demokrasi
Namun
begitu, dunia memang tak selalu seideal yang diharapkan. Tantangan-tantangan
gangguan perdamaian baru, juga selalu muncul seiring perkembangan zaman. Kini,
tantangan-tantangan itu bukan lagi semata berasal dari pergolakan-pergolakan
ketidakpuasan daerah, melainkan melalui isu-isu seperti terorisme, intoleransi,
politik identitas, ketidakadilan, dan keserakahan penguasaan sumberdaya
ekonomi. Tantangan-tantangan ini sudah semestinya dihadapi dengan cara yang
lebih baik, tanpa harus memundurkan demokrasi dan perdamaian yang telah tercapai.
Demokrasi telah mengajarkan bahwa setiap masalah dan tantangan baru bisa
ditemukan cara-cara solusinya, tanpa harus memundurkan perdamaian, harmoni, dan
stabilitas masyarakat.
Di bulan
Kemerdekaan RI ke-72 ini, selain diisi dengan acara mengenang kembali masa
perjuangan kemerdekaan, juga harus diisi semangat dan komitmen merawat
perdamaian dan demokrasi. ***