By Wahyuana
Oli merupakan kebutuhan utama dunia otomotif. Kejelian memilih olie berarti menentukan kinerja, performa dan daya tahan mesin kendaraan. Karena selain sebagai pelumas, olie juga berfungsi sebagai pendingin dan pembersih mesin. Dengan perkiraan sekitar 33 juta unit populasi sepeda motor di Indonesia dan sekitar 10 juta kendaraan roda empat, dan pertumbuhan penjualan untuk sepeda motor mencapai 30% untuk tahun ini dan sekitar 20% untuk kendaraan roda empat. Kebutuhan pelumas di Indonesia sangat tinggi. Menurut Erie Soedarmo, Direktur Migas Departemen Suberdaya Energi dan mineral, kepada JIEF Magazine,” kebutuhan pelumas di Indonesia diperkirakan sekitar 700 juta kiloliter per tahun.” Sebuah potensi bisnis yang menggiurkan yang diperkirakan senilai sekitar Rp. 7 trilliun per tahun. Sekitar 350 juta kiloliter dari jumlah itu digunakan untuk mencukupi kebutuhan pelumas otomotif, sedang sisanya untuk memenuhi kebutuhan mesin industri.
Melihat potensi pasar pelumas yang besar itu, wajar jika saat ini ada ratusan perusahaan pelumas yang turut memperebutkan pasar. Menurut data dari Asosiasi Pelumnas Indonesia (Aspelindo) saat ini ada sekitar 230 merek pelumnas yang beredar di pasaran dari sekitar 190 produsen lokal maupun impor. Namun begitu, jumlah pelumas palsu pun masih sangat tinggi, diperkirakan memenuhi sampai sekitar 30% dari pasar konsumsi.
Pertamina sampai saat ini masih mendominasi pasar sampai sekitar 54% pasar konsumsi (lihat tabel), dengan sekitar 25 jenis produk utama dan sekitar 130 varian produk seperti Fastron, Mesran, Mesran Super, Mesran Prima, Meditran, Prima XP, Federal, 2T Enviro, Rored dan lain-lain. Bahkan merk Mesran dari Pertamina merupakan penguasa terbesar pasar pelumas Indonesia, terutama untuk mencukupi kebutuhan seped motor. Setelah Pertamina disusul 7 pemain utama lain yaitu Penzzoil (12%), Evalube(12%), Top 1 (11%), Castrol (5%), Shell (3%), Agip (3%), Motul (1%).
Pertamina sebelumnya selama bertahun-tahun memegang monopoli pasar pelumnas, namun sejak pemerintah mengeluarkan Keppres No. 21 tahun 2001 yang membolehkan pasar pelumas dimasuki oleh kalangan swasta, pasar pun memasuki liberalisasi yang menyediakan lebih banyak variasi pilihan.
Dengan keluarnya keppres itu, berbagai produsen pelumas global mulai memasuki pasar Indonesia. Seperti Agip (Azienda Generale Italiana Petroli) pelumas dari Itali yang di Indonesia dipasarkan oleh PT Agip Lubrindo Pratama (ALP). Saat ini Agip menginvestasikan dana sekitar US$50 juta untuk membangun industri minyak pelumas di Pasuruan, Jawa Timur, yang mampu berproduksi berbagai jenis minyak pelumas dengan kapasitas per tahun 40 juta kiloliter. Produk-produk Agip selama ini sudah banyak beredar di pasar seperti Agip Formula 2000, Smokeless, Agip 2T Plus dan 4T Super untuk sepeda motor, serta Agip Super SL dan Agip Sigma Turbo untuk kendaraan roda empat. Agip Super SL merupakan pelumas kendaraan berbahan bakar bensin, sedangkan Agip Sigma Turbo untuk kendaran bermesin diesel.
Berbagai industri pelumas di pasar global pun ikut bersaing di pasar Indonesia, seperti Shell dan British Petrolium. Dari Amerika Serikat seperti Mobil, Motul, Caltex, Top 1 dan Total. Kemudian Envalube, Penzzoil, dan Fuchs dari Jerman. Bahkan Penzzoil dan Envalube masing-masing menguasai pasar konsumsi pelumas sebesar 12%.
Yang menarik hegemoni produk-produk Jepang di industri otomotif sepeda motor dan mobil, namun sama sekali tidak berkontribusi di industri pelumas. Dua industri pelumas Jepang seperti Nippon Oil dan Idemitzu, sama sekali tidak menunjukkan taringnya di pasar industri pelumas.
Industri otomotif Jepang lebih suka memanfaatkan produk-produk pelumas lokal sebagai olie resmi kendaraan produknya. Seperti Honda yang merekomendasikan oli Federal Oil produk dari Pertamina sebagai olie resmi sepeda motor Honda dari mulai Kharisma 125 D, Supra fit, Supra 125 X, dan legenda.
Menurut AP Batubara, Ketua Aspelindo (Asosiasi Pelumas Indonesia), tidak seperti di industri otomotif, investasi perusahaan-perusahaan Jepang di industri pelumas memang kecil, ini beda dengan pelumas Eropa dan Amerika yang berani berinvestasi besar, seperti Agip yang mematikan pasarnya di Indonesia, dengan membangun sendiri pabrik produksinya di Indonesia.
Atau pelumas Top 1 dari Amerika yang serius memperkuat pasarnya melalui promosi besar-besaran. Produk-produk pelumas Top 1 mulai populer dikenal masyarakat, sehingga mampu mencuri pasar pelumas roda dua yang selama ini dikuasai merk Mesran dari Pertamina.
Pasar industri pelumas masih terbuka lebar, dan tingkat konsumsinya pun menjanjikan seiring dengan perkembangan industri otomotif Indonesia yang kian bergerak maju. Apakah pelumas-pelumas Jepang akan mengisi peluang ini ? Dan mengulangi lagi keberhasilannya menggeser penguasaan pasar otomotif Indonesia di tahun 1960-1970-an yang dikuasi mobil-mobil Eropa dan Amerika, menjadi berbalik 95% diisi produk-produk Jepang ? Kita tunggu saja.***
In completely the article was published in Japanese at JIEF Magazine
No comments:
Post a Comment