Oleh : Wahyuana
Pasar printer di Indonesia dikuasai 2 merk raksasa printer dari Jepang, Epson dan Canon, dan sebagian ceruk pasar dikuasai merk Hawlett Packard dari Amerika Serikat. Ketiga merek ini menguasai sekitar 93,8% pasar printer di Indonesia, dari total penjualan yang diperkirakan tahun ini akan mencapai angka penjualan sekitar 1 juta unit printer per tahun.
Ketiga merek ini berbagi pasar. Canon menguasai pasar Inkjet, tahun 2005 ini diperkirakan akan mampu terjual sekitar 500 unit printer inkjet. Sedangkan Epson menguasai semua jenis printer dari dot matrix, inkjet, laser sampai produk-produk inovasi mutakhirnya di pasar printer multifungsi. Sedangkan Hewlett-Packard tak bisa tergoyahkan dari dominasinya di jenis printer laser.
Sejumlah merk lain seperti Samsung, Xerox, Apollo, Lexmark, Panasonic, dan Okidata tampaknya masih belum mampu menyodok ke dominasi 3 besar. Hanya printer merk Samsung dari Korea yang diperkirakan mulai menguasai sekitar 5% pasar printer laser.
Printer Inkjet masih mendominasi 71% pangsa pasar printer, atau sekitar 700.000 unit penjualan per tahun. Disini 2 merk bersaing, Canon dengan produk-produknya jenis Canon xxx BJC dan Epson dengan produk Epson Stylus Color yang mencakup berbagai variasi produk.
Pasar low-end yang murah memang menjadi arena persaingan perebutan pasar printer. Ini sesuai dengan riset pemasaran yang mengatakan, alasan orang beli printer, pertama lebih ke faktor pertimbangan harga. Baru kemudian soal kualitas cetak, harga tinta, dan garansi. Ketiga merk itu mengandalkan penjualannya di kelas ini. Kalau HP punya Laser Jet dan Buble Jet untuk kelas low-end printer laser, Canon dan Epson mengandalkan dua produk diatas dengan harga pasar dibawah US $ 150 –100 di kelas printer Inkjet.
Dominasi Epson di segmen dot matrix masih kuat, meskipun pasar kian mengecil, karena printer dot-matrix sudah mulai ditinggalkan konsumen.
Epson pantas mendominasi pasar printer di Indonesia. Seiko-Epson Corp. perusahaan produsen printer Epson mengkonsentrasikan investasinya selain di Amerika Latin, juga di Indonesia. Saat ini Epson memiliki pabrik produksi di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, dengan nama perusahaan PT. Indonesia Epson Industry (IEI) yang dijadikan salah satu sentra produksi printer Epson yang selain untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri Indonesia, juga ekspor.
Di Indonesia, Epson didistribusikan melalui dua distributor yaitu PT Epsindo Prima sinergi dan PT. Metrodata Electronics tbk. Yang berhasil melakukan penetrasi ke pasar semua jenis printer. Hanya printer laser dari produk Epson yang masih kalah dari merk Hewlett Packard, meski printer laser Epson menguasai pasar di Taiwan dan Jepang.
Selain kualitas printer Epson yang bagus, di Indonesia, fasilitas service, garansi, dan layanan purna jual dari distributor Epson yang memuaskan konsumen, membuat Epson amat populer bagi pengguna printer. Epson di Indonesia juga sudah mulai mengembangkan produknya tidak hanya ke printer monokrome dan color inkjet, tetapi juga mulai mengembangkan ke jenis layanan printer untuk percetakan. Yaitu printer multifungsi yang tidak hanya sekedar untuk mengeprint dokumen dari komputer, tetapi juga bisa sebagai faksimili, telepon, scanner, dan mesin cetak foto. Trend printer multifungsi ini saat ini mulai menjadi sasaran penetrasi produk-produk Epson.
Baru-baru ini, Vice President PT Epson Indonesia, Iiichi Abe, mengatakan ke kalangan media, tentang rencananya untuk melakukan alih teknologi pembuatan printer Epson kelas low-end ke para pemasok komponen printer dalam negeri Indonesia. “Kami akan lebih konsentrasi ke printer printer inovasi terbaru dengan teknologi terbaru,” kata Iiichi seperti dikutip oleh Antara. Printer itu nanti akan tetap bermerk Epson dan dari segi kualitas, produktivitas, maupun engineeringnya masih diawasi Epson, sehingga meskipun produksinya diserahkan ke pemasok Indonesia, kualitasnya tetap sama.
Direncanakan, proses alih teknologi tersebut akan berlangsung secara bertahap dalam 3 tahun, dengan tahap pertama membuat engineering development (pengembangan rekayasa mesin) di Indonesia. Selama proses alih teknologi itu, juga akan mendidik pemasok di Indonesia agar mengusai masalah perencanaan bisnis, desain industri, dan analisis untuk engineering
Menurut Aiichi, saat ini Epson satu-satunya produsen printer penguasa pasar printer Indonesia, yang menginvestasikan pabrikasinya di Indonesia. Bahkan menjadikannya sebagai basis produksi untuk mencukupi keseluruhan pasar Epson di seluruh dunia.
Menurut Iiichi, pesaing investasi printer di Indonesia adalah Cina, yang mempunyai biaya buruh sama dengan industri penunjang yang lebih kuat, serta potensi pasar yang lebih besar. Iiichi mengeluh tentang tingginya tingkat pemalsuan tinta Inkjet produksi dari Epson yang beredar di pasaran di Indonesia. Untuk mencapai program itu. PT. Indonesia Epson Industri pada tahun 2005 ini merencanakan menambah investasi sekitar 3 miliar yen atau sekitar Rp. 264 miliar di Indonesia. Investasi itu untuk meningkatkan target produksi sampai 1.050.000 printer per bulan. Dimana sekitar 3% dari produk itu untuk memenuhi kebutuhan domestik Indonesia, sisanya diekspor. PT. Indonesia Epson Industri merupakan salah satu profil contoh investasi Jepang dalam industri printer di Indonesia. Berdiri sejak Juli 1994, selama ini Epson telah bekerja sama dengan lebih dari 130 industri pendukung komponen, baik untuk material, komponen, subperakitan, logistik, delivery dan lain-lain.
"Ada 12 perusahaan industri komponen Jepang lain yang telah kami ajak ke Indonesia untuk memperkuat produksi Epson sini," kata manajemen Epson ke media.
Data sampai tahun 2003, total investasi Epson di Indonesia telah mencapai 247,2 juta dollar AS, dengan jumlah tenaga kerja sekitar 6.990 orang. Jumlah itu belum termasuk industri penunjang lainnya yang mencapai 31 industri yang mempekerjakan sekitar 29.000 orang. Epson satu-satunya dari tiga penguasa pasar printer di Indonesia, yang betul-betul serius menggarap pasar dan berinvestasi di Indonesia.***
In Japanese was Published at JIEF Megazine
articles, analysis, news reporting, investigation, features, photos, hobbies, and interview with more amazing people
Saturday, November 05, 2005
Seri Industri Personal Computer : Peluang Pasar PC di Indonesia
Oleh : Wahyuana
Peluang pasar PC di Indonesia masih terbuka lebar. Sampai saat ini, rasio PC dibanding jumlah penduduk masih dibawah 10 % atau sekitar 25 juta unit PC dari sekitar 220 juta penduduk. Sangat tertinggal dibanding negara-negara tetangganya seperti Malaysia yang sudah mencapai rasio 40% dan Thailand 35%. Indonesia hanya lebih baik dibanding India, Myanmar dan Vietnam.
Namun, melihat tingkat pertumbuhan pasar yang diperkirakan sekitar 20% per tahun, lembaga riset market IT (Information Teknologi)- Forester, meramalkan Indonesia di masa depan akan menjadi pasar paling potensial untuk industri PC, dari hanya 2,6 juta kepemilikan PC di tahun 2003, diperkirakan akan tumbuh menjadi 40 juta di tahun 2010.
Tingginya ekspektasi ini, karena memang masih banyak potensial pasar PC yang belum digarap. Terutama di sektor usaha bisnis kecil menengah. Dari sekitar 3,73 juta unit usaha kecil menengah (UKM), yang menguasai sekitar 70% roda ekonomi Indonesia, baru 18% yang telah menggunakan PC dalam menjalankan bisnisnya. Sehingga pasar ini merupakan peluang potensial baik untuk kebutuhan hardware maupun software.
Di tahun 2005 ini pasar PC (meliputi dekstop, notebook, dan server) diperkirakan akan mampu menembus penjualan sekitar 1.300 unit, senilai sekitar US $ 1,2 miliar. Atau tumbuh sekitar 20%.
Pola konsumsi pasar diharapkan juga akan berubah, meningkatkan pasokan sampai 71% untuk mencukupi konsumen sektor bisnis, sedang konsumsi sektor pemerintahan 17%, retail 9%, dan sekitar 3% untuk konsumsi sektor pendidikan.
Sejak tahun 2002 pola konsumsi PC di Indonesia memang telah berubah, sektor swasta mulai menjadi konsumen terbesar, setelah pada tahun-tahun sebelumnya pasar PC lebih banyak untuk mencukupi kebutuhan sektor pemerintahan. Konsumsi sektor pemerintahaan saat ini sedang turun. “Konsumsi pemerintahan turun sejak pemerintah menggiatkan mekanisme pengawasan korupsi. Banyak yang takut dipersalahkan dalam mekanisme tender, sehingga banyak institusi yang menunda penyediaan kebutuhan komputernya. Dua bank pemerintah yang menyerap kebutuhan komputer terbanyak, Bank Mandiri dan Bank BNI, tahun ini malah membatalkan tendernya,” ujar Gunadi Setiadi, Sekjen APKOMINDO (Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia) yang juga Direktur PT. Multicom Persada International yang memproduksi komputer rakitan lokal merk Mugen. Untuk kelas dekstop, PC produk-produk rakitan lokal masih mendominasi pasar sampai sekitar 66 %. Sedangkan PC branded, baik yang diimpor built up atau rakitan lokal, menguasai sekitar 44% pasar (lihat tabel 1).
Merk-merk komputer yang mendominasi pasar (lihat tabel 2 dan 3) yaitu HP/ Compaq, Acer, IBM, Dell, Toshiba, Zyrex, Mugen. HP/Compaq menguasai sekitar 33% pasar dekstop dan juga sekitar 90% pasar kebutuhan server.
PC branded dari Amerika Serikat seperti Hawlett-Packard/Compac, Dell, dan IBM dikenal sebagai supplyer utama kebutuhan PC bagi lembaga-lembaga internasional di Indonesia, dan perusahaan transnasional, seperti perusahaan minyak dan gas, bank, dan perusahaan bisnis keuangan.
Dominasi produk-produk komputer branded dari Amerika ini mendapat saingan ketat dari produk Jepang terutama di pasar Notebook. Dua merek notebook Jepang, Toshiba dan Fujitsu, menguasai pasar pasar notebook. Bahkan Toshiba diperkirakan mendominasi pasar notebook sampai 35%. Sedangkan notebook Fujitsu populer bagi konsumen Indonesia karena kecanggihan teknologi wireless-nya dan ketahanan modelnya.
Pasar produk impor untuk PC dekstop dikuasai produk-produk dari Amerika Serikat, sedangkan notebook dikuasai merk-merk produk Jepang.
Diantara merk-merk dari Jepang dan Amerika ini, terselip Acer dari Taiwan, yang menguasai sekitar 10 % pasar dekstop, server maupun notebook. Beberapa tahun lalu, Acer terkenal sebagai komputer yang murah, dan menjadi merk paling populer di pasar kelas menengah ke bawah.
Produk dari Jepang yang saat ini sedang gencar-gencarnya melakukan penetrasi pasar dengan melakukan berbagai promosi adalah NEC. Seperti produk Jepang yang lain, NEC tampaknya lebih mengkonsentrasikan produknya pada notebook.
Merk Samsung dari Korea saat ini juga mulai mendapat tempat di pasaran. Terutama setelah mendapat brand dari media IT sebagai PC murah dengan kualitas bagus. Samsung mempunyai pabrik di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, untuk memproduksi monitor PC. Tidak hanya untuk memenuhi pasokan pasar domestik Indonesia tetapi juga ekspor.
Merk-merk ini bersaing ketat dengan produk lokal yang lebih murah. Produk branded biasanya menawarkan kualitas, service dan jaminan garansi. Sedangkan kompuetr produk lokal terkenal dengan harganya yang murah. Beberapa merk lokal bahkan bisa ditemui di pasar Glodok dan Mangga Dua, Jakarta Pusat, --dua puast utama perdagangan komputer di Indonesia—dijual dengan harga dibawah harga US $ 300 untuk spesifikasi komputer keluaran terbaru dengan prosessor intel pentium IV.
Diantara merek-merk PC rakitan lokal adalah Zyrex, Mugen, Relion, Wearness, Extron, IncoPC, GTC, Ion, dan ratusan merk lokal yang beredar dalam skala kecil di tiap daerah. Pasar komputer rakitan ini terutama untuk sektor usaha bisnis menengah kebawah, warnet (warung internet), lembaga pendidikan, dan kebutuhan rumah tangga serta individul. Harganya yang murah, dengan kualitas yang sebanding dengan komputer branded, mereka tampaknya akan tetap menguasai pasar domestik Indonesia yang berdaya beli rendah. Apalagi setelah pemerintah mengeluarkan peraturan Surat Keputusan Menperindag No. 756/MPP/ Kep/12/ 2003 yang melarang impor komputer bekas. Kebijakan ini amat menolong perkembangan bisnis komputer produksi lokal.
“Produksi kami sekitar 15.000 unit PC setiap tahun. Belum termasuk produk lain seperti server dan peripheral,” ujar Gunadi Setiono. Mugen yang mempunyai pabrik perakitan di Green Garden, Jakarta Barat, mempunyai sekitar 400 karyawan, merupakan salah satu industri perakitan komputer terbesar di Indonesia. Seluruh produknya masih untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, dengan sekitar 25 pusat layanan service di seluruh Indonesia.
Kualitas produk-produk PC rakitan lokal ini memang tak kalah dengan komputer branded. Mereka memegang lisensi sebagai OEM (Original Equipment Manufacturer) dari Intel dan Microsoft, sehingga produk-produk mereka pun selalu up to date dengan produk keluaran terbaru dari industri PC branded. Jika intel mengeluarkan prosessor terbaru, industri PC lokal pun akan segera mendapatkannya juga, sehingga segera akan mengeluarkan produk PC dengan spesifikasi yang sama dengan PC branded.
Produk-produk prosessor dan server dari Intel masih mendominasi pasar di Indonesia, dibanding saingan utamanya merk processor merk AMD. Budi Wahyu Jati, Country Manager PT. Intel Indonesia Corporation, mengatakan ke JIEF Magazine di sela-sela IndoComtech 2005 (Indonesia Computer Technology Expo), “sekitar 95% PC menggunakan prosessor merk Intel.”
Industri PC rakitan lokal 90% sangat tergantung pada import komponen. Seperti processor, memory, casing, monitor, motherboards, hard disk dan acessories lain. Sampai saat ini pemasok utama impor komponen berasal dari Jepang, Korea, Cina, Taiwan, Malaysia, Singapura, dan Amerika Serikat. Namun sulit untuk menentukan besar impor per komponen yang masuk ke Indonesia.
“Komponen komputer sudah dianggap sebagai komoditi, seperti layaknya komoditi lain yang masuk dengan jumlah besar dan dikur per volume import. Barangnya juga diimpor sesuai dengan harga pasar, mana yang paling murah. Jadi susah diketahui jumlahnya,” ujar Gunadi Setiono, direktur Mugen.
Seperti processor diimpor dari Malaysia, dimana Intel dan AMD mempunyai industri pabrikasinya di Penang, Malaysia. Komponen komputer dari Taiwan, Cina dan Korea, dikenal dengan harga yang murah. “Dari Jepang, saya impor barang-barang seperti disk drive, DVD/CD room, dan audio accessories terutama yang produk Sony,” ujar Gunadi Setiono.
Ketergantungan pada impor komponen, membuat harga PC rakitan sangat dipengaruhi fluktuasi dollar, karena semua komoditi impor komponen dihargai dalam kurs US dollar.
Henkyarto Tjondroadhiguna, ketua umum Apkomindo, mengatakan ke JIEF Magazine,” untuk itulah kita berharap pemerintah dapat mempertanhakn fluktuasi dollar terhadap rupiah yang stabil. Fluktuasi yang berubah, membuat harga PC pun segera berubah di pasar, dan konsumen sering tidak mau mengerti. Padahal margin keuntungan dalam bisnis PC ini kecil. Jadi kalau nilai rupiah sering berubah, pasar PC yang paling akan kena dampaknya,” ujarnya.
Melihat peluang pasar PC di Indonesia yang menggiurkan, bagaimana dengan investasi di industri PC di Indonesia. Budi Wahyu Jati, country manager Intel, mengatakan, “ meski menguasai 95% pasar processor di Indonesia, tetapi belum ada rencana untuk mendirikan pabrik di Indonesia. Selama ini produk Intel di konsentrasikan produksinya di pabriknya di Penang, Malaysia. Nilainya masih terlalu kecil untuk investasi. Tetapi tetap tidak menutup kemungkinan untuk melakukan relokasi di masa mendatang,” ujarnya.
Pendapat serupa juga dinyatakan oleh Rudy Rusdiah, direktur PT. Micronics Internusa, distributor dan Representative dari Dell, mengatakan ke JIEF Magazine, bahwa perusahaannya belum ingin melakukan investasi langsung berupa mendikan pabrikasi disini. “Kami memakai sistem direct selling, konsumen memesan langsung ke perusahaan dan kemudian kami layani. Makanya kami tidak banyak beredar bebas di pasar retail. Tetapi ternyata sistem ini malah membuat kepercayaan konsumen dan kami tetap memimpin pasar. Sehingga cukup pabrikasi di Amerika,” ujarnya.
Data di BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) menunjukkan ada sekitar 3 indutri dari Korea dan 4 dari Jepang yang melakukan investasi di bidang sektor industri komputer dan eletronika di tahun 2004. Sejumlah industri di sektor produksi printer, seperti merk Epson, dan produksi monitor, merk LG dan Samsung, dikabarkan akan menambah investasi, bahkan mengkonsentrasikan produknya di Indonesia.
Richard Mengko, staff ahli Menteri Riset dan Teknologi, mengatakan ke JIEF Magazine, investasi di sektor industri komputer tetap diupayakan. Bahkan pemerintah siap memberikan insentif-insentif bagi investasi bagi industri di bidang IT ini. “Microsoft mau mendirikan research center disini. Saya kira itu bentuk investasi yang strategis,” ujarnya. Richard juga menjelaskan kemungkinan mengekspor produk Indonesia di bidang industri komputer dan IT,” terutama di bidang software. Banyak tenaga kreatif kita yang potensial di bidang ini. Memang di bidang hardware kita ketinggalan, tapi tidak untuk industri software,” ujarnya.***
In Japanese was Published at JIEF Magazine
Peluang pasar PC di Indonesia masih terbuka lebar. Sampai saat ini, rasio PC dibanding jumlah penduduk masih dibawah 10 % atau sekitar 25 juta unit PC dari sekitar 220 juta penduduk. Sangat tertinggal dibanding negara-negara tetangganya seperti Malaysia yang sudah mencapai rasio 40% dan Thailand 35%. Indonesia hanya lebih baik dibanding India, Myanmar dan Vietnam.
Namun, melihat tingkat pertumbuhan pasar yang diperkirakan sekitar 20% per tahun, lembaga riset market IT (Information Teknologi)- Forester, meramalkan Indonesia di masa depan akan menjadi pasar paling potensial untuk industri PC, dari hanya 2,6 juta kepemilikan PC di tahun 2003, diperkirakan akan tumbuh menjadi 40 juta di tahun 2010.
Tingginya ekspektasi ini, karena memang masih banyak potensial pasar PC yang belum digarap. Terutama di sektor usaha bisnis kecil menengah. Dari sekitar 3,73 juta unit usaha kecil menengah (UKM), yang menguasai sekitar 70% roda ekonomi Indonesia, baru 18% yang telah menggunakan PC dalam menjalankan bisnisnya. Sehingga pasar ini merupakan peluang potensial baik untuk kebutuhan hardware maupun software.
Di tahun 2005 ini pasar PC (meliputi dekstop, notebook, dan server) diperkirakan akan mampu menembus penjualan sekitar 1.300 unit, senilai sekitar US $ 1,2 miliar. Atau tumbuh sekitar 20%.
Pola konsumsi pasar diharapkan juga akan berubah, meningkatkan pasokan sampai 71% untuk mencukupi konsumen sektor bisnis, sedang konsumsi sektor pemerintahan 17%, retail 9%, dan sekitar 3% untuk konsumsi sektor pendidikan.
Sejak tahun 2002 pola konsumsi PC di Indonesia memang telah berubah, sektor swasta mulai menjadi konsumen terbesar, setelah pada tahun-tahun sebelumnya pasar PC lebih banyak untuk mencukupi kebutuhan sektor pemerintahan. Konsumsi sektor pemerintahaan saat ini sedang turun. “Konsumsi pemerintahan turun sejak pemerintah menggiatkan mekanisme pengawasan korupsi. Banyak yang takut dipersalahkan dalam mekanisme tender, sehingga banyak institusi yang menunda penyediaan kebutuhan komputernya. Dua bank pemerintah yang menyerap kebutuhan komputer terbanyak, Bank Mandiri dan Bank BNI, tahun ini malah membatalkan tendernya,” ujar Gunadi Setiadi, Sekjen APKOMINDO (Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia) yang juga Direktur PT. Multicom Persada International yang memproduksi komputer rakitan lokal merk Mugen. Untuk kelas dekstop, PC produk-produk rakitan lokal masih mendominasi pasar sampai sekitar 66 %. Sedangkan PC branded, baik yang diimpor built up atau rakitan lokal, menguasai sekitar 44% pasar (lihat tabel 1).
Merk-merk komputer yang mendominasi pasar (lihat tabel 2 dan 3) yaitu HP/ Compaq, Acer, IBM, Dell, Toshiba, Zyrex, Mugen. HP/Compaq menguasai sekitar 33% pasar dekstop dan juga sekitar 90% pasar kebutuhan server.
PC branded dari Amerika Serikat seperti Hawlett-Packard/Compac, Dell, dan IBM dikenal sebagai supplyer utama kebutuhan PC bagi lembaga-lembaga internasional di Indonesia, dan perusahaan transnasional, seperti perusahaan minyak dan gas, bank, dan perusahaan bisnis keuangan.
Dominasi produk-produk komputer branded dari Amerika ini mendapat saingan ketat dari produk Jepang terutama di pasar Notebook. Dua merek notebook Jepang, Toshiba dan Fujitsu, menguasai pasar pasar notebook. Bahkan Toshiba diperkirakan mendominasi pasar notebook sampai 35%. Sedangkan notebook Fujitsu populer bagi konsumen Indonesia karena kecanggihan teknologi wireless-nya dan ketahanan modelnya.
Pasar produk impor untuk PC dekstop dikuasai produk-produk dari Amerika Serikat, sedangkan notebook dikuasai merk-merk produk Jepang.
Diantara merk-merk dari Jepang dan Amerika ini, terselip Acer dari Taiwan, yang menguasai sekitar 10 % pasar dekstop, server maupun notebook. Beberapa tahun lalu, Acer terkenal sebagai komputer yang murah, dan menjadi merk paling populer di pasar kelas menengah ke bawah.
Produk dari Jepang yang saat ini sedang gencar-gencarnya melakukan penetrasi pasar dengan melakukan berbagai promosi adalah NEC. Seperti produk Jepang yang lain, NEC tampaknya lebih mengkonsentrasikan produknya pada notebook.
Merk Samsung dari Korea saat ini juga mulai mendapat tempat di pasaran. Terutama setelah mendapat brand dari media IT sebagai PC murah dengan kualitas bagus. Samsung mempunyai pabrik di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, untuk memproduksi monitor PC. Tidak hanya untuk memenuhi pasokan pasar domestik Indonesia tetapi juga ekspor.
Merk-merk ini bersaing ketat dengan produk lokal yang lebih murah. Produk branded biasanya menawarkan kualitas, service dan jaminan garansi. Sedangkan kompuetr produk lokal terkenal dengan harganya yang murah. Beberapa merk lokal bahkan bisa ditemui di pasar Glodok dan Mangga Dua, Jakarta Pusat, --dua puast utama perdagangan komputer di Indonesia—dijual dengan harga dibawah harga US $ 300 untuk spesifikasi komputer keluaran terbaru dengan prosessor intel pentium IV.
Diantara merek-merk PC rakitan lokal adalah Zyrex, Mugen, Relion, Wearness, Extron, IncoPC, GTC, Ion, dan ratusan merk lokal yang beredar dalam skala kecil di tiap daerah. Pasar komputer rakitan ini terutama untuk sektor usaha bisnis menengah kebawah, warnet (warung internet), lembaga pendidikan, dan kebutuhan rumah tangga serta individul. Harganya yang murah, dengan kualitas yang sebanding dengan komputer branded, mereka tampaknya akan tetap menguasai pasar domestik Indonesia yang berdaya beli rendah. Apalagi setelah pemerintah mengeluarkan peraturan Surat Keputusan Menperindag No. 756/MPP/ Kep/12/ 2003 yang melarang impor komputer bekas. Kebijakan ini amat menolong perkembangan bisnis komputer produksi lokal.
“Produksi kami sekitar 15.000 unit PC setiap tahun. Belum termasuk produk lain seperti server dan peripheral,” ujar Gunadi Setiono. Mugen yang mempunyai pabrik perakitan di Green Garden, Jakarta Barat, mempunyai sekitar 400 karyawan, merupakan salah satu industri perakitan komputer terbesar di Indonesia. Seluruh produknya masih untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, dengan sekitar 25 pusat layanan service di seluruh Indonesia.
Kualitas produk-produk PC rakitan lokal ini memang tak kalah dengan komputer branded. Mereka memegang lisensi sebagai OEM (Original Equipment Manufacturer) dari Intel dan Microsoft, sehingga produk-produk mereka pun selalu up to date dengan produk keluaran terbaru dari industri PC branded. Jika intel mengeluarkan prosessor terbaru, industri PC lokal pun akan segera mendapatkannya juga, sehingga segera akan mengeluarkan produk PC dengan spesifikasi yang sama dengan PC branded.
Produk-produk prosessor dan server dari Intel masih mendominasi pasar di Indonesia, dibanding saingan utamanya merk processor merk AMD. Budi Wahyu Jati, Country Manager PT. Intel Indonesia Corporation, mengatakan ke JIEF Magazine di sela-sela IndoComtech 2005 (Indonesia Computer Technology Expo), “sekitar 95% PC menggunakan prosessor merk Intel.”
Industri PC rakitan lokal 90% sangat tergantung pada import komponen. Seperti processor, memory, casing, monitor, motherboards, hard disk dan acessories lain. Sampai saat ini pemasok utama impor komponen berasal dari Jepang, Korea, Cina, Taiwan, Malaysia, Singapura, dan Amerika Serikat. Namun sulit untuk menentukan besar impor per komponen yang masuk ke Indonesia.
“Komponen komputer sudah dianggap sebagai komoditi, seperti layaknya komoditi lain yang masuk dengan jumlah besar dan dikur per volume import. Barangnya juga diimpor sesuai dengan harga pasar, mana yang paling murah. Jadi susah diketahui jumlahnya,” ujar Gunadi Setiono, direktur Mugen.
Seperti processor diimpor dari Malaysia, dimana Intel dan AMD mempunyai industri pabrikasinya di Penang, Malaysia. Komponen komputer dari Taiwan, Cina dan Korea, dikenal dengan harga yang murah. “Dari Jepang, saya impor barang-barang seperti disk drive, DVD/CD room, dan audio accessories terutama yang produk Sony,” ujar Gunadi Setiono.
Ketergantungan pada impor komponen, membuat harga PC rakitan sangat dipengaruhi fluktuasi dollar, karena semua komoditi impor komponen dihargai dalam kurs US dollar.
Henkyarto Tjondroadhiguna, ketua umum Apkomindo, mengatakan ke JIEF Magazine,” untuk itulah kita berharap pemerintah dapat mempertanhakn fluktuasi dollar terhadap rupiah yang stabil. Fluktuasi yang berubah, membuat harga PC pun segera berubah di pasar, dan konsumen sering tidak mau mengerti. Padahal margin keuntungan dalam bisnis PC ini kecil. Jadi kalau nilai rupiah sering berubah, pasar PC yang paling akan kena dampaknya,” ujarnya.
Melihat peluang pasar PC di Indonesia yang menggiurkan, bagaimana dengan investasi di industri PC di Indonesia. Budi Wahyu Jati, country manager Intel, mengatakan, “ meski menguasai 95% pasar processor di Indonesia, tetapi belum ada rencana untuk mendirikan pabrik di Indonesia. Selama ini produk Intel di konsentrasikan produksinya di pabriknya di Penang, Malaysia. Nilainya masih terlalu kecil untuk investasi. Tetapi tetap tidak menutup kemungkinan untuk melakukan relokasi di masa mendatang,” ujarnya.
Pendapat serupa juga dinyatakan oleh Rudy Rusdiah, direktur PT. Micronics Internusa, distributor dan Representative dari Dell, mengatakan ke JIEF Magazine, bahwa perusahaannya belum ingin melakukan investasi langsung berupa mendikan pabrikasi disini. “Kami memakai sistem direct selling, konsumen memesan langsung ke perusahaan dan kemudian kami layani. Makanya kami tidak banyak beredar bebas di pasar retail. Tetapi ternyata sistem ini malah membuat kepercayaan konsumen dan kami tetap memimpin pasar. Sehingga cukup pabrikasi di Amerika,” ujarnya.
Data di BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) menunjukkan ada sekitar 3 indutri dari Korea dan 4 dari Jepang yang melakukan investasi di bidang sektor industri komputer dan eletronika di tahun 2004. Sejumlah industri di sektor produksi printer, seperti merk Epson, dan produksi monitor, merk LG dan Samsung, dikabarkan akan menambah investasi, bahkan mengkonsentrasikan produknya di Indonesia.
Richard Mengko, staff ahli Menteri Riset dan Teknologi, mengatakan ke JIEF Magazine, investasi di sektor industri komputer tetap diupayakan. Bahkan pemerintah siap memberikan insentif-insentif bagi investasi bagi industri di bidang IT ini. “Microsoft mau mendirikan research center disini. Saya kira itu bentuk investasi yang strategis,” ujarnya. Richard juga menjelaskan kemungkinan mengekspor produk Indonesia di bidang industri komputer dan IT,” terutama di bidang software. Banyak tenaga kreatif kita yang potensial di bidang ini. Memang di bidang hardware kita ketinggalan, tapi tidak untuk industri software,” ujarnya.***
In Japanese was Published at JIEF Magazine
Subscribe to:
Posts (Atom)