Saturday, July 18, 2009

Flu Babi Lebih Berbahaya Daripada yang Diduga




TEMPO Interaktif, Jakarta - Sebuah studi baru menunjukkan bahwa serangan virus H1N1 yang sedang mewabah secara global saat ini, ternyata sangat berbahaya dan bersifat lebih mematikan daripada serangan-serangan virus influenza sebelumnya.

Jumlah penderita flu babi secara global dalam satu pekan kemarin saja, telah meningkat lebih dari 50%, menjadi 40.000 kasus di seluruh dunia. Diperkirakan sekitar 5.000 - 7.000 kasus berakhir dengan kematian. Kini hampir tak ada satu pun kota besar di dunia yang terbebas dari serangan virus ini.

Di Indonesia, rilis dari Departemen Kesehatan kemarin, Senin (15/7), jumlah penderita flu babi telah mencapai 142 kasus. Padahal temuan pertama kasus flu babi di Indonesia, baru ditemukan tiga pekan lalu.

Sementara ini belum ada kasus kematian akibat flu babi di Indonesia, namun menteri kesehatan meminta masyarakat untuk bersikap antisipatif terhadap serangan virus H1N1 ini dengan cara hidup sehat dan bersih. Yakni membiasakan pola mencuci tangan dengan sabun, dan melaksanakan etika batuk dan bersin yang benar. "Apabila ada gejala Influenza gunakan masker dan tidak ke kantor, ke sekolah atau ke tempat-tempat keramaian dan istirahat di rumah selama 5 hari. Apabila flu dalam dua hari tidak sembuh segeralah periksa ke dokter," kata Siti Fadillah Supari, Senin (15/7). Keseriusan antispasi ini perlu, karena penyakit flu merupakan penyakit yang biasa menyerang manusia, sehingga seringkali diabaikan.

Data di Inggris, lebih dari 73 orang per 100.000 penduduk pada tanggal 6 - 12 Juli 2009 dilaporkan terserang flu babi, naik 46% dari pekan sebelumnya. Serangan terbesar terutama terjadi pada anak usia 5 - 14 tahun yang mencapai 159,57 kasus per 100.000 penduduk. Kemudian bayi hingga umur 4 tahun, dengan 114,12 kasus per 100.000 penduduk. Kemudian resiko terbesar diikuti orang berusia 15 - 44 tahun, kemudian 45 - 65 tahun, dan selanjutnya orang berumur 65 tahun keatas.

Lonjakan cepat serangan virus flu babi dalam dua pekan ini, telah membuat seluruh ilmuwan di dunia bekerja keras untuk menguak apa yang sedang terjadi dengan virus ini. Sebuah tim peneliti dari Universitas Madison yang dipimpin oleh Profesor Yoshihiro Kawaoka menemukan bahwa serangan virus H1N1 lebih bersifat pathogenik (lebih beresiko menyebabkan sakit) daripada serangan-serangan virus influenza sebelumnya. Penelitian mereka dipublikasikan dalam jurnal Nature, edisi 13 Juli 2009.

Dari hasil penelitian tim Kawaoka, serangan virus H1N1 ternyata lebih berbahaya dan lebih mematikan daripada serangan virus flu biasa. Virus H1N1 ternyata memiliki kemampuan menyerang kedalam sel-sel terdalam dari paru-paru, sehingga menyebabkan radang paru-paru (pneumonia) pada penderita, dan dalam beberapa kasus, faktor inilah yang kemudian menyebabkan kematian. Sedangkan serangan virus flu biasa, biasanya hanya meng-infeksi jaringan saluran pernapasan atas, tanpa serangan ke organ dalam paru-paru. "Inilah yang belum dimengerti dari virus ini," ujar Kawaoka, profesor patologi dan pakar influenza di Madison School of Veterinary Medicine," orang berpikir serangan virus ini seperti flu biasa. Studi kami menunjukkan serangan ini lebih serius."

Kemampuan serang virus H1N1 kedalam paru-paru ini, dalam catatan Kawaoka, mirip dengan serangan virus flu pada tahun 1918, yang juga menyebabkan wabah global dengan angka kematian mencapai belasan juta korban di seluruh dunia, sebanding dengan jumlah korban dari Perang Dunia I. Kawaoka juga menemukan, bahwa orang-orang yang lahir sebelum tahun 1918, ternyata resisten atau memiliki kekebalan terhadap serangan virus flu babi sekarang ini. Mereka memiliki antibodi terhadap serangan virus ini.

Untuk menguji tingkat bahaya virus H1N1, Kawaoka dan timnya melakukan penelitian, dengan meng-infeksikan virus ini kedalam hewan percobaan tikus, musang, dan monyet --model penelitian yang selama ini sudah umum diterapkan dalam riset-riset tentang influenza-- dengan perbandingan satu kelompok diinfeksi virus H1N1 dan kelompok pembanding diinfeksi dengan virus influenza biasa. Hasilnya, mereka menemukan virus H1N1 ternyata lebih cepat melakukan replikasi (perkembangbiakan) dan sangat cepat menyebar ke seluruh saluran respirasi hingga pada jaringan sel-sel terdalamnya, dan akhirnya menyebabkan kerusakan pada paru-paru. "Ketika kami melakukan percobaan pada musang dan monyet, virus flu biasa tidak mampu melakukan replikasi di paru-paru," ujar Kawaoka," tetapi virus H1N1 secara signifikan cepat melakukan replikasi di paru-paru."

Dalam studi ini, sample virus H1N1 diambil dari pasien flu babi dari California, Wisconsin, Netherlands, dan Jepang.

Laporan Jurnal Nature juga mengemukakan tentang penelitian respon-respon kekebalan terhadap serangan virus H1N1 ini. Dan dari hasil penelitian Kawaoka, ternyata pada orang-orang tua yang lahir sebelum 1918, tahun ketika virus ini juga pernah menyerang secara global, memiliki antibodi yang mampu menetralisir serangan. "Orang yang memiliki antibodi terhadap serangan ini adalah orang-orang tua yang lahir sebelum 1918," ujar Kawaoka.

Pada penelilian uji perlakuan antiviral pada tikus, Kawaoka menemukan bahwa obat-obat antiviral (yaitu obat-obat anti serangan virus) secara efektif mampu mengurangi laju serangan virus ini dan dapat memperlambat penyebarannya. "Obat itu mampu bekerja efektif dalam hewan percobaan, dan itu menunjukkan juga akan bekerja efektif pada organ manusia," ujar Kawaoka.

Untuk saat ini, obat antiviral inilah yang dipandang sebagai strategi pertama untuk menghadapi serangan virus H1N1, sebelum dunia medis mampu menemukan obatnya. Di Indonesia, strategi ini juga yang baru bisa dilakukan dalam menghadapi serangan virus H1N1. Pasien terduga flu babi, biasanya diberikan obat antiviral Tamiflu sambil mendapatkan perawatan kesehatan untuk memperkuat daya kekebalan tubuhnya menahan serangan virus ini.

Yang belum jelas, bagaimana pola penyebaran global dari virus ini. Internasional traffict selama ini disalahkan sebagai medium penyebaran virus ini secara global.


SCIENCEDAILY l TIMESONLINE l BBCl WAHYUANA