Monday, December 20, 2004

Espresso

"Ngopi yuk ngopi". Sekarang sering sekali terdengar ajakan seperti itu dari teman–teman saya. Minum kopi tampaknya telah menjadi trend di kalangan anak muda saat ini. Minum kopi, yang tadinya dianggap sebagai minuman para engkong atau kakek–kakek, saat itu berubah menjelma menjadi minuman yang hip dan trendy.


Banyak sekali para pengusaha yang tampaknya tanggap dengan munculnya trend ngopi ini. Di kota saya, Bandung, banyak sekali café yang muncul dalam beberapa tahun terakhir ini, yang semuanya berkesan menjagokan produk–produk olahan kopi mereka. Banyak anak muda yang nongkrong hingga larut malam, meminum produk olahan kopi café ini, sambil melihat dunia bergerak di sekeliling mereka, bergosip ini–itu, atau saling membandingkan jumlah teman di Friendster mereka.


Produk olahan kopi. Kenapa saya berulangkali menyebut minuman mereka sebagai produk olahan kopi? Karena memang itu yang mereka minum. Minuman itu tidak terdiri dari 100% kopi, melainkan olahan atau "turunan" kopi, dimana produk ini mengandung kopi, banyak susu dan banyak es. Cappucinno, Latte, Mocha dan Frappucinno adalah beberapa diantara minuman "turunan" kopi yang populer di kalangan anak muda saat ini. Sedikit sekali dari mereka yang benar–benar minum kopi, baik dalam bentuk kopi panas (Americano atau Long Coffee) atau espresso.


Saya merupakan satu diantara sedikit orang sekarang yang merupakan seorang peminum espresso. Peminum espresso yang rewel tepatnya. Mengapa espresso? Karena bagi saya espresso adalah cerminan dari bagaimana pola kerja dan jiwa tempat kopi tersebut. Espresso yang baik akan dapat diolah menjadi produk turunan kopi yang nendang. Selain itu juga dapat menunjukkan tingkat kebersihan yang dijalankan oleh tempat tersebut, karena sedikit saja kekurangterawatan mesin akan sangat berpengaruh pada kualitasnya. Espresso bagi saya merupakan jiwa sebuah kopi.


"Espresso yang baik itu seperti apa sih, di?", itu merupakan pertanyaan standar yang sering dilontarkan orang yang mengajak saya ngopi , setelah melihat saya misuh–misuh dengan minuman pesanan saya (yang terkadang disertai embel–embel "ah,loe mah reseh kalo minum kopi" atau "dasar tukang komplain"). Secara teori, espresso yang baik adalah hasil ekstraksi 7–9 gram bubuk kopi yang baru digiling, difiltrasi dan ditekan oleh uap panas sebesar 9 atmosfir, sebanyak 45 – 60 mililiter. Di permukaan espresso yang baik akan terlihat lapisan buih–buih halus berwarna coklat keemasan yang biasa disebut crema. Crema ini adalah hasil pelepasan karbondioksida (CO2) pada proses penekanan, yang berfungsi menjaga aroma kopi di dalam cangkir demitasse (cangkir dimana espresso disajikan) agar tidak menguap keluar. Kadang crema ini tidak "keluar" karena proses ekstrasi yang tidak sempurna. Ketidak sempurnaan ekstraksi ini dapat disebabkan oleh kondisi mesin yang tidak terawat, kekurang "fresh"an kopi, tingkat penghalusan bijih kopi yang tidak tepat atau skill operator yang kurang. Sehingga dapat dikatakan bahwa crema dapat dijadikan sebagai acuan pertama dari kualitas espresso yang disajikan. Jadi kebayang khan, hubungan tempat bersih dan kopi enak?


Saya sering ngenes, karena banyak sekali tempat (terutama di Bandung) yang sangat ramai dan terkenal, dengan atmosfir yang relatif nyaman dan berkelas, namun menyajikan kopi yang di bawah standar. Beberapa diantara mereka malah berani mengaku sebagai Coffee Bar dengan sangat arogannya. Ironis, karena tempat yang pastinya menelan dana yang tidak sedikit ini, kadang tidak ditunjang oleh pengetahuan tentang kopi yang memadai. Seringkali kopi yang mereka sajikan tidaklah memenuhi standar untuk penyajian kopi tersebut. Rasa yang tidak pas dan komposisi campuran merupakan beberapa diantaranya. Tapi yang paling memprihatinkan adalah tempat–tempat yang "mahal" ini menyajikan espresso yang kualitasnya tidak memadai. Padahal tempat–tempat ini terlihat sangat bersih dan cozy. Ini membuat saya sering membayangkan seperti apa kondisi dapur yang tercermin dari kualitas espresso tadi. (*)

Article from : www.kompas.co.id

2 comments:

Anonymous said...
This comment has been removed by the author.
Anonymous said...

wah bener nih mas wahyu, di bandung sekarang makin banyak cafe, kedai, warung kopi, tapi kopi-nya encer semua, disamping itu, harganya kok bisa jauh dibawah rata2 ya...sekitar 9000-an, itu pake biji kopi apa ya?? (bingung).