Thursday, August 25, 2005

Seri otomotif : Gairah Industri Sepeda Motor di Indonesia

By Wahyuana

Industri otomotif sepeda motor tak mengenal krisis. Ketika pada tahun 1998 pasar otomotif mobil terpuruk akibat krisis moneter, pasar sepeda motor tetap membukukan pertumbuhan sekitar 14% dari tahun sebelumnya. Kini, industri sepeda motor tetap tumbuh melaju. Menurut Ridwan Gunawan, Ketua AISI (Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia), target penjualan tahun ini diperkirakan akan menembus angka 5 juta unit setahun, atau tumbuh sekitar 20% dibanding tahun 2004. “Tetapi ternyata sampai bulan Juni tahun 2005 ini telah mencapai 2.463.355 unit atau tumbuh sekitar 35,4% dibanding periode yang yang tahun 2004. Jadi semoga target tercapai,” ujar Ridwan.

Dengan peningkatan ini, berarti tingkat populasi sepeda motor akan naik sekitar 33 juta kendaraan lalu lalang di jalan-jalan. Indonesia memang pasar sepeda motor ketiga terbesar di dunia. Pasar terbesar dipegang China dengan jumlah sekitar 12 juta unit per tahun, India sebesar 6,5 juta unit, dan Indonesia sebesar 5 juta unit per tahun.

Tingginya permintaan ini telah diantisipasi oleh para produsen sepeda motor. PT. Astra Honda Motor (AHM) yang memproduksi sepeda motor Honda, yang menguasai sekitar 55% pasar sepeda motor di Indonesia. Mulai bulan September 2005 ini akan meresmikan perluasan pabriknya yang ketiga di Cibitung, Bekasi, Jawa Barat, dengan nilai investasi sebesar US $ 100 juta. Dengan penambahan pabrik ini, Honda memproyeksikan mampu memproduksi sekitar 3 juta unit kendaraan sepeda motor tiap tahun. “Ini merupakan produsen sepeda motor terbesar di dunia,” ujar Yulian Warman, corporate secretary PT. Astra Internasional, holding Honda Astra. Produksinya juga di ekspor ke Vietnam dan Argentina.

Produsen-produsen lain pun tak mau kalah. Suzuki Indomobil merencanakan akan mendiversifikasi produk-produknya ke arah model sepeda motor bebek sport yang lebih tangguh dan multiguna. Untuk itu mereka sedang merencanakan membuat sepeda motor 150 cc dengan mesin 4 tak. Sepeda motor bermesin CC besar memang sedang menjadi trend. Sejak suksesnya pasar Suzuki Shogun R 125 yang bermesin 125 cc dan motor Honda Kharisma 125 D mulai dikeluarkan di tahun 2002. Bahkan Honda di tahun 2005 ini telah mengeluarkan produk inovasi terbaru berupa Honda Supra X-125 yang sebelumnya 110 cc. Kawasaki-pun ikut menaikkan cc dari dua produknya Kaze dan Blitz menjadi 125 cc.

Sampai saat ini ada 7 merek utama yang mengisi pasar sepeda motor, mereka bergabung bersama dalam AISI (Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia). Dari data AISI tahun 2004 menunjukkan Honda masih menjadi penguasa tunggal pasar sepeda motor dengan prosentase penguasaan lebih dari 55% atau sekitar 2.305.860 unit kendaraan. Urutan kedua ditempati Yamaha (21%), Suzuki (20%), Kawasaki (1%), Kymco (1%), dan Piaggio (0,1) (lihat Tabel).

Data penjualan sampai kuartal pertama tahun 2005 ini, Honda juga masih menguasai 53% pangsa pasar (lihat tabel), diikuti dengan Yamaha (23%), Suzuki (22%), Kawasaki (2%), Kanzen (0,1%), Kymco (0,1%) dan Piaggio (0,1).

Dari keseluruhan model sepeda motor yang terjual di pasar, sepeda motor model bebek (underbone) yang paling laku dengan menguasai sekitar 89,2% pasar. Disusul model sport 7,9% atau yang populer disebut orang Indonesia sebagai motor ‘jantan’, kemudian model bisnis 2,8% dan scooter 0,1%. Filosofi orang Indonesia memilih sepeda motor rupanya hampir sama pertimbangannya dalam memilih mobil, yang lebih suka memilih mobil keluarga seperti ‘kijang’ karena dianggap bisa untuk mengangkut orang sekeluarga, atau ‘mobil sekampung.’

Demikian juga pilihan terhadap model motor bebek (underbone) karena dianggap lebih sederhana, praktis, mudah dijalankan, dan dapat dikendarai oleh bapak, ibu, anak, --laki-laki maupun perempuan. Apalagi model-model sepeda motor sekarang lebih mudah dan modern, karena dilengkapi dengan ‘electric starter’ sehingga tinggal pencet tombil start, mesin pun sudah hidup. Transmisi jenis motor bebek ini dulu 3 speed, sekarang menjadi 4 speed dan kopling yang tinggal injak kaki, sehingga lebih praktis.

Menurut Ridwan Gunawan, ketua AISI, selama pendapatan per kapita masyarakat masih di kisaran US $ 1.000 – 2.000 maka permintaan sepeda motor akan terus meningkat. Selain itu, faktor iklim turut mendukung tingginya kebutuhan sepeda motor di Indonesia. Pada negara-negara beriklim tropis, penggunaan sepeda motor memang lebih besar dibanding negara-negara yang memiliki musim dingin, seperti di Eropa.

Dengan kondisi itu semua, tidak heran kalau penjualan sepeda motor dari tahun ke tahun semakin meningkat. Kalau dilihat menurut sebaran sepeda motor di Indonesia, tampaknya konsumen membeli sepeda motor karena pertimbangan praktis mudah dikendari di jalanan. Seperti DKI Jakarta yang mengkonsumsi sekitar 17% kendaraan bermotor di Indonesia, karena dilihat lebih praktis di jalan-jalan ibukota yang lebih sering macet berjam-jam. Dengan motor yang lincah, pengendara pun dapat menempuh jarak puluhan kilometer dengan cepat dan berbahan bakar irit. Sepeda motor Honda Kharisma 125 D, terkenal sangat irit bahan bakar, 1 liter premium dapat digunakan untuk 100 kilometer. Sementara Jawa Barat termasuk Banten mengkonsumsi sebesar 12,7 % pasar sepeda motor, Jawa Tengah di luar Yogyakarta 9,8 %, Yogyakarta 4,1%, Jawa Timur 15,5%, Bali 5%, dan sisanya untuk luar Jawa-Bali.

Salah satu faktor utama bergairahnya sektor otomotif sepeda motor adalah kemudahan untuk memperoleh sepeda motor. Dengan modal Rp.500.000 saja sudah bisa memiliki sepeda motor baru dengan cara kredit. Maraknya lembaga-lembaga keuangan nonbank yang menawarkan kredit kepemilikan sepeda motor betul-betul membantu berlangsungnya industri otomotif sepeda motor. Mereka berlomba menawarkan kredit dengan suku bunga yang makin murah. Menurut data AISI sekitar 80% kepemilikan sepeda motor menggunakan jasa ini. Bisnis jasa keuangan perkreditan motor ini memang menggiurkan, omset tahun 2003 saja senilai sekitar Rp21,18 triliun dari total penjualan sepeda motor di dalam negeri yang mencapai Rp35,3 triliun.

“Industri sepeda motor di Indonesia, bisa dikatakan yang terbaik di dunia,” ujar Ridwan Gunawan. Kalau di China, meski produksinya 2,5 kali lipat dari produksi Indonesia, tetapi di China terlalu banyak produsen, sehingga tidak terjadi skala effsiensi di tingkat perusahaan, yang mampu mencipta konsentrasi industrialisasi produksi yang efektif. Sedangkan di India, meski terjadi konsentrasi yang efektif, tetapi produk-produknya pada kelas sepeda motor murah seperti scooter. Sedang di Indonesia dimana pasar 90% dikuasai Bebek, perkembangan inovasi teknologi maupun kualitas produknya telah terjadi perkembangan yang maju. “Indonesia bisa menjadi contoh tentang sukses industri sepeda motor,” ujar Ridwan Gunawan. Dengan prospek pasar yang masih besar, kemungkinan perkembangan itu semakin pesat ***

In Japanese article was published at JIEF Magazine

1 comment:

Natori said...

saya begitu kaget setelah membaca blog anda. industri sepeda motor begitu besar. apalagi tiap tahun pertumbuhan terus bertambah. hal ini sangat ironi sekali. sebab dengan banyak nya pertumbuhan tersebut tidak di barengi dengan bagaimana caranya mengatasi kemacetan yang hampir tiap tahun terjadi. biasanya pemerintah menerapkan aturan tentang batas pembuatan sepeda motor tiap tahun. apabila tiap tahun terus bertambah, bagimana dengan kendaraan yang tahun - tahun kemarin? tentu lebih banyak kan? apalagi belum di tambah mobil dan sejenisnya. terima kasih