Thursday, April 08, 2010

Magisme Topeng Cirebon


Cirebon - Sebuah pemberontakan di abad 15. Kerajaan Cirebon diserang Pangeran Welang dari Karawang. Pemberontakan yang tidak mudah dipatahkan. Raja Cirebon Sunan Gunung Jati tak mampu menghadapi pemberontak dengan kekerasan. Ia kemudian mengambil strategi menundukkan Pangeran Welang melalui rayuan perempuan penari. Dibentuklan group penari keliling. Group ini segera terkenal, dengan penarinya Nyi Mas Gandasari yang cantik dan membuat penasaran setiap laki-laki, karena selalu tampil di panggung dengan wajah tertutup topeng.

Sampailah group ini di Karawang dan membuat Pangeran Welang jatuh cinta pada Gandasari. Cinta bersambut, Nyi Mas Gandasari mau dikawini, asal Pangeran Welang mau menyerahkan senjatanya pedang Curug Sewu. Pangeran Welang setuju menyerahkan senjatanya itu, sehingga membuat kesaktiannya hilang. Maka berakhirlah pemberontakan Pangeran Welang, dan ia mengaku menyerah kalah pada Sunan Gunung Jati. Keberhasilan eksotisme tari topeng mengatasi pemberontakan ini, membuat tari topeng kemudian dianggap mempunyai kekuatan magis yang luar biasa.

Itulah kisah lampau, yang membuat seni tari topeng mempunyai pengaruh kultural kuat di masyarakat Cirebon, dibanding tari-tari topeng di Jawa dan Bali. “Dipercaya mempunyai kekuatan magis. Ratusan tahun berkembang tertutup, hanya diajarkan turun temurun dalam keluarga sang seniman,” ujar Ade Jayani, sarjana peneliti budaya di Indramayu, Cirebon.

Para penari topeng dianggap tak hanya artis hiburan, tetapi juga tokoh spiritual dalam ritual-ritual adat seperti upacara ngeruat untuk mengusir roh-roh jahat, upacara sedekah bumi, upacara meminta berkah di makam keramat, upacara nyadran, upacara pernikahan, hingga syukuran panen. “Menjadi bagian dari kosmologi spiritual masyarakat pedesaan. Bahkan para penari dipercaya bisa menyembuhkan penyakit. Namun kini keadaan sudah berubah, para seniman tari topeng ya dianggap artis penghibur belaka. Bahkan kini dalam banyak perfomance telah digabungkan dengan seni modern lain seperti seni tarling atau dangdut untuk menarik penonton,” ujar Jayani.

Menurut Jayani, setidaknya ada tujuh varian tari topeng Cirebon, yang dikembangkan oleh masing-masing keluarga sang maestro tari. Yakni tari topeng Losari gaya Mimi Sawitri yang kini diwariskan pada cucunya Nani; topeng Slangit gaya Sujana Arja yang kini diwarisi anaknya Inu Kertapati; topeng Gegesik; topeng Kalianyar; topeng Majalengka; topeng Palimanan; dan topeng Indramayu gaya Mimi Rasinah yang kini dilanjutkan cucunya Aerli Rasinah. “Tradisi ketertutupan sudah berkurang. Kini tari topeng Cirebon bisa dipelajari banyak orang. Di Sanggar Tari Topeng Mimi Rasinah telah dibuka kursusnya, dan setiap tahun ada saja bule yang datang mengambil short course,” ujar Ade Jayani.

Meskipun banyak varian, semua gaya tari topeng Cirebon berasal dari dasar tarian yang sama, yakni pakem lima macam wajah topeng yang masing-masing mempunyai tarian khas. Yang menggambarkan lima fase psikologi kehidupan manusia di bumi.

Yakni tari topeng Panji, dengan warna topeng putih bersih. Merupakan tarian pertama dalam setiap pertunjukkan, dengan gerakan tari yang sangat lembut, dan berlawanan dengan iringan gamelannya yang keras. Secara filsafati, menggambarkan manusia yang baru lahir dan harus menghadapi kehidupan dunia yang keras. Tarian yang biasanya dikuasai penari senior. Penari muda kurang menyukai karena gerakannya yang lamban dan lembut. Tari topeng Samba, dengan warna topeng biasanya hijau muda dengan raut muka polos. Kelembutan tariannya diimbangi dengan komposisi gamelan yang tenang, yang menggambarkan kehidupan manusia masa kanak-kanak.

Tari topeng Rumyang, dengan warna topeng merah muda. Dengan lenggak-lenggok gerakan tarian yang lincah dan iringan gamelan yang riang, tari ini menggambarkan kehidupan remaja yang sedang mencari jati diri. Penari biasanya tampak bergenit-genit mencari perhatian. Atraktif.
Tari topeng Tumenggung, dengan warna topeng merah, biasanya berkumis dan bertatokan bunga melati pada dahi topeng. Gerakan tariannya keras dengan iringan gamelan yang menggairahkan, menggambarkan fase kehidupan manusia dewasa.

Tari topeng Kelana atau Rahwana, dengan warna topeng merah tua, berkumis, dan bermahkota. Ditampilkan dengan iringan gamelan yang keras dan gerakan tari yang cenderung kasar. Menggambarkan manusia yang sedang dalam puncak kekuasaan. Digambarkan dengan gerakan-gerakan seperti berkacak pinggang, mengaca diri, pamer, dan lagak sombong. Jika pada tari Panji kesulitan penari pada kelembutannya, pada tari Kelana justru pada gerakan-gerakannya yang sangat ekspresif, keras, dan cepat. Kelana kini menjadi tarian favorit para penari muda.

Disamping lima pakem diatas, juga banyak varian tarian lain yang biasanya hanya berbeda pada ritme gamelan dan komposisi. Seperti di Sanggar Tari Topeng Mimi Rasinah, Pekandangan, Indramayu, juga dikenal variasi tari Kelana Udeng, Kelana Gandrung, Kelana Kiprah, dan Kelana Dursasana.

Gerakan tari topeng Cirebon tak lepas dari bunyi musik gamelan yang mengiringi. Biasanya diiringi seperangkat gamelan yang terdiri dari Kendang, Saron, Bonang, Kebluk, Jenglong, Kemanak, Suling, dan Gong. Pada beberapa pentas juga dilengkapi dengan Sinden (penyanyi) yang menyanyikan tembang-tembang dalam logat Jawareh, yaitu logat bahasa Jawa Cirebonan.

Travelounge Magazine, April 2010

1 comment:

Unknown said...

Bagus sekali infonya. Boleh ijin share ya, Kang?
Terima kasih.